Rabu, 26 Agustus 2015

Negeri Tanpa Ayah

Jika memiliki anak sudah ngaku-ngaku jadi AYAH, maka sama anehnya dengan orang yang punya bola ngaku-ngaku jadi pemain bola karena sebutan AYAH itu hanya gelar untuk lelaki yg mau dan pandai mengasuh anak bukan sekedar 'membuat' anak.

Jika AYAH mau terlibat mengasuh anak bersama ibu, maka separuh permasalahan negeri ini teratasi. Namun kebanyakan AYAH yang tugasnya cuma ngasih uang, menyamakan dirinya dengan mesin ATM. Didatangi saat anak butuh saja, padahal fungsi seorang AYAH lebih dari itu.

Akibat hilangnya fungsi tarbiyah dari AYAH, maka banyak AYAH yg tidak tahu kapan anak lelakinya pertama kali mimpi basah, Sementara anak dituntut sholat shubuh padahal ia dalam keadaan junub. Sholatnya tidak sah. Dimana tanggung jawab AYAH ?

Jika ada anak durhaka, tentu ada juga AYAH durhaka. Ini istilah dari umar bin khattab r.a AYAH durhaka bukan yg bisa dikutuk jadi batu oleh anaknya. Tetapi AYAH yg menuntut anaknya shalih dan shalihah namun tak memberikan hak anak di masa kecilnya, yaitu hak untuk mendidiknya sebagaimana yang di contohkan oleh Rasulullah Shalallahu'alaihi wasallam

Anehnya kebanyakan AYAH itu ingin didoakan masuk surga oleh anaknya, tapi tak pernah berdoa untuk anaknya, AYAH ingin dimuliakan oleh anaknya tapi tak mau memuliakan anaknya.

Negeri ini hampir kehilangan AYAH. Semua pengajar anak di usia dini diisi oleh kaum ibu. Pantaslah negeri kita dicap fatherless country Padahal keberanian, kemandirian dan ketegasan harus diajarkan di usia dini. Dimana sosok AYAH sang pengajar utama ?

Dunia AYAH saat ini hanyalah Kotak. Yakni koran, televisi dan komputer. AYAH malu untuk mengasuh anak apalagi jika masih bayi. Zaman sekarang banyak anak yg sudah merasa yatim sebelum waktunya sebab AYAH dirasakan tak hadir dalam kehidupannya.
Semangat Qur'an mengenai pengasuhan justru mengedepankan AYAH sebagai tokoh. Kita kenal Lukman, Ibrahim, Ya'qub, Imron. Mereka adalah contoh AYAH yg peduli. Ibnul Qoyyim dalam kitab tuhfatul maudud berkata: Jika terjadi kerusakan pada anak penyebab utamanya adalah AYAH!

Ingatlah! Seorang anak bernasab kepada AYAHnya bukan ibu. Nasab yg merujuk pada anak menunjukkan kepada siapa Allah meminta pertanggungjawaban kelak.

Rasulullah yg mulia sejak kecil ditinggal mati oleh AYAHnya. Tapi nilai-nilai keAYAHan tak pernah hilang didapat dari sosok kakek dan pamannya.

Nabi Ibrahim adalah AYAH yg super sibuk. Jarang pulang. Tapi dia tetap bisa mengasuh anak meski dari jauh. Terbukti 2 anaknya menjadi nabi. Dan Juga Generasi sahabat menjadi generasi gemilang karena AYAH amat terlibat dalam mengasuh anak bersama ibu. Mereka digelari umat terbaik .
Di dalam quran ternyata terdapat 17 dialog pengasuhan. 14 diantaranya yaitu antara AYAH dan anak. Ternyata AYAH lebih banyak disebut dan bukan Ibu, Mari ajak AYAH untuk terlibat dalam pengasuhan baik di rumah, sekolah dan masjid

Karena Harus ada sosok AYAH yg mau jadi guru TK dan TPA. Agar anak kita belajar kisah Umar yg tegas secara benar dan tepat. Bukan ibu yg berkisah tapi AYAH

AYAH pengasuh harus hadir di masjid. Agar anak merasa tentram berlama-lama di dalamnya. Bukan was was atau merasa terancam dengan hardikan yang diberikan oleh orang lain. Jadikan anak terhormat di masjid. Agar ia menjadi generasi masjid. Dan AYAH yang membantunya merasa nyaman di masjid.
Ibu memang madrasah pertama seorang anak. Dan AYAH yang menjadi kepala sekolahnya. AYAH kepala sekolah bertugas menentukan visi pengasuhan bagi anak sekaligus mengevaluasinya. Selain juga membuat nyaman suasana sekolah yakni ibunya

Jika AYAH hanya mengurusi TV rusak, keran hilang, genteng bocor di dalam rumah, ini bukan AYAH 'kepala sekolah' tapi AYAH 'penjaga sekolah'. Ibarat burung yang punya dua sayap. Anak membutuhkan kedua-duanya untuk terbang tinggi ke angkasa. Kedua sayap itu adalah AYAH dan ibunya

Ibu mengasah kepekaan rasa, AYAH memberi makna terhadap logika. Kedua-duanya dibutuhkan oleh anak, Jika ibu tak ada, anak jadi kering cinta. Jika AYAH tak ada, anak tak punya kecerdasan logika kita lihat generasi #4LAY sekarang ini, kebanyakan mereka menjadi begitu karena hilangnya sosok AYAH dalam pendidikan anak tersebut.

AYAH mengajarkan anak menjadi pemimpin yg tegas. Ibu membimbingnya menjadi pemimpin yg peduli. Tegas dan peduli itu sikap utama. Hak anak adalah mendapatkan pengasuh yg lengkap. AYAH terlibat, ibu apalagi

Mari penuhi hak anak untuk melibatkan AYAH dalam pengasuhan. Semoga negeri ini tak lagi kehilangan AYAH


Silahkan share jika berkenan agar makin banyak AYAH yang peduli dengan urusan pengasuhan. Salam bahagia



Oleh Bendri Jaisyurrahman (@ajobendri)

Mendidik Anak Laki-Laki (ustadz Bendri Jaysurrahman)

Bahasan kali ini adalah menggali ilmu tentang mendidik anak laki-laki. Bahasan ini dirasa perlu karena salah satu kerusakan yang terjadi dalam pengasuhan anak oleh orangtua adalah menghilangkan fitrah kelaki-lakian dan fitrah perempuan.


Dari data yang ada di BKKBN yang pernah di release, bahwa  hasil penelitian beberapa tahun lalu oleh Dr. Henny salah seorang konsultan ahli di sana bahwa 70% anak laki-laki usia SD berkarakter kebanci-bancian. Hal itu patut dikhawatirkan, karena secara fisik mereka laki-laki, tetapi psikis dan pemikiran mereka adalah perempuan. Dan sangat mengkhawatirkan kalau ini muncul di tengah-tengah masyarakat kita khususnya kaum-kaum yang dilaknat oleh Allah subhanahu wata’ala. Yaitu orang-orang Al mutasyabihat al mutasyabihina minarrijal (Orang laki-laki yang menyerupai perempuan alias banci)

Itulah yang sangat perlu diperhatikan pendidikan anak laki-laki dan anak perempuan dalam Islam untuk menjaga seksualitas yang benar. Pendidikan seksualitas dalam Islam bukan hanya terkait dengan mengajarkan organ reproduksi  tetapi terkait dengan totalitas kepribadian seseorang. Laki-laki menjadi laki-laki dan perempuan menjadi perempuan. Terkait dengan apa yang ia rasakan, pikirkan, bagaimana cara ia berjalan, itulah sejatinya laki-laki dan sejatinya perempuan. 

Maka Islam membuat patokan bahwa pendidikan seksualitas terkait dengan terpenuhinyatiga hal :
1.     Seksualitas yang benar,
2.     Seksualitas yang sehat
3.     Seksualitas yang lurus.

Seksualitas yang benar, tentu patokannya adalah Syari’ah, yaitu bagaimana perilaku orang laki-laki secara AlQur’an dan Sunnah. Bagaimana mengajarkan anak sesuai dengan kaedah Syari’ah yang tidak boleh kita meniru cara-cara Barat yang diharamkan. Contohnya, cara Barat apabila seorang ayah ingin mengajarkan tentang laki-laki, khususnya tentang organ kemaluan, maka si bapak mengajak  anak laki-lakinya  untuk mandi bersama. Telanjang bersama, lalu ditunjukkan kemaluan, ini namanya ini, fungsinya ini, dst. 

Yang demikian itu sangat bertentangan dengan ajaran dan adab Islam, di mana seorang anak laki-laki yang mumayyis (sudah bisa membedakan antara kanan dan kiri), maka ia sudah punya adab terhadap orangtuanya.  Bahkan seorang anak untuk masuk ke kamar orangtuanya saja harus mengetuk pintu terlebih dahulu. Tidak sembarangan.  Itulah salah satu patokan pendidikan dalam Islam.

Contoh lagi cara Barat, bahwa seorang anak boleh bermain sebebas-bebasnya, misalnya seorang anak bermain di kamar mandi, mengubak-ubak air di WC, tidak apa-apa.  Sementara dalam Islam yang demikian itu tidak boleh, haram, hukumnya najis.  Anak harus diperkenalkan mana yang suci dan mana yang najis.

Seksualitas yang sehat, yaitu berkaitan dengan faktor kesehatan.  Bagaimana disunahkan laki-laki untuk ber-khitan, terkait dengan fungsi kesehatannya. Dan itulah salah satu yang diajarkan dalam Islam.

Seksualitas yang lurus, artinya sesuai dengan fitrahnya.  Jangan sampai ada anak laki-laki badannya gempal, berotot, tetapi gayanya seperti orang perempuan (maho, homo). Dompetnya-pun berwarna pink. Dst. 
Tugas orangtua adalah menjaga agar fitrah anak laki-lakinya sebagai anak laki-laki dan anak perempuan sebagai anak perempuan. 
Kali ini yang kita bahas adalah anak laki-laki. 

Berdasarkan Hadits Riwayat Imam Bukhari, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda : Tidaklah seorang bayi lahir kecuali dalam keadaan fitrah.  Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani  atau  Majusi.
Maka sejatinya sejak bayi  laki-laki punya fitrah yang berbeda dengan perempuan.
Orangtuanya-lah yang menyimpangkan fitrah anak laki-lakinya itu, yang berdasarkan Hadits tersebut fitrah anaknya disimpangkan menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.   Dengan kata lain, kalau laki-laki menjadi feminin, kewanita-wanitaan, menjadi gay, sejatinya bukan karena genetik. Dan itu dibantah oleh Allah subhanahau wata’ala.  Mana mungkin Allahsubhanahu wata’ala menciptakan suatu kaum lalu Allah sendiri melaknat. Sangat tidak mungkin.

Bagaimana mungkin Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki kalau itu merupakan fitrah.  Karena kalau sudah fitrah, maka orang tidak bisa menolak. Kalau ada seorang gay atau banci lalu mengatakan : “Saya begini karena memang sudah fitrah saya begini”, itu adalah dusta, bohong. Yang benar adalah karena pengaruh lingkungan. Dan lingkungan paling dekat adalah orangtuanya.

Maka orangtua-lah yang bertugas menjaga fitrahnya itu. Ketika ditanyakan dalam suatu komunitas kaum Gay, kenapa mereka menjadi gay, terbanyak dari mereka menjawab : Sejak kecil tidak punya sosok ayah.  Sejak kecil tidak pernah ada stimulasi ayah. Semua pengasuhan oleh ibunya tidak pernah mengenal ayah.
Hasil pengamatan dan diskusi dengan anak-anak gay : Kalau anak laki-laki itu tidak punya ayah sejak kecil karena ayahnya mati, atau cerai, tetapi tidak punya kebencian terhadap ayah, maka anak laki-laki itu paling-paling gayanya saja seperti perempuan (feminin) saja, tidak sampai menjadi gay.

Misalnya seorang anak laki-laki ayahnya tidak pernah mengurusinya, karena sibuk kerja, atau ayahnya meninggal tidak ada sosok ayah pengganti, paman atau kakeknya tidak ada, ia diurus oleh perempuan (ibunya) saja maka anak laki-laki itu cenderung bergaya feminin. Tetapi ia tetap punya ketertarikan dengan lawan jenis. Hanya gayanya saja tetap feminin, cara bicaranya, cara marahnya, karena selama ini ia hanya menirukan ibunya.

Yang parah adalah kalau seorang anak laki-laki trauma dengan sosok ayah. Bapaknya pulang kerja yang dilakukan hanya marah-marah, bicaranya keras, menampar, menendang, memukul kepada si anak laki-lakinya. Apalagi sering anak itu melihat bapaknya menampar ibunya di depan matanya. Maka anak laki-laki itu akan muncul kebencian dalam jiwanya : Laki-laki itu jahat,  ibuku disakiti, ibuku jadi korban kejahatan ayahnya, dst. Maka akan ter-stigma dalam otak anak laki-laki itu : Aku tidak mau menjadi laki-laki. Lalu lebih cenderung bermain dengan anak perempuan.  Itulah yang menjadi pemicu utama mengapa anak laki-laki menjadi Gay.
Mungkin ada faktor lain, tetapi dari pengamatan dan berkali-kali menangani kasus laki-laki menjadi Gay, umumnya disebabkan oleh hal-hal seperti disebutkan di atas.  Karena rasa trauma dengan ayahnya.   Walaupun akhirnya bapaknya berubah ketika anak laki-lakinya remaja, tetapi sudah terlanjur anak laki-lakinya membenci laki-laki karena masuk ke alam bawah-sadarnya.

Oleh karena itu pendidikan untuk anak laki-laki mutlak harus diasuh oleh sosok laki-laki. Seseorang ingin mendidik anak laki-laki menjadi laki-laki sejati, tetapi dalam kehidupan masa kecilnya tidak ada sosok laki-laki yang mengasuhnya, mana mungkin anak laki-laki itu belajar sebagai laki-laki. Fitrahnya itulah yang menjadi rusak.  

Fitrah adalah sejenis software yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada seorang anak.   Berbeda dengan pemahaman orang Barat yang menyatakan bahwa anak itu ibarat kertas putih, tinggal orangtuanya yang mengisinya. Sedangkan dalam Islam, seorang bayi sudah mempunya program-software, sudah ada fitrahnya, pertama ia (bayi) itu Islam.

Lihat AlQur’an Surat Al A’raaf ayat 172 :

سُوۡرَةُ الاٴعرَاف
وَإِذۡ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمۡ ذُرِّيَّتَہُمۡ وَأَشۡہَدَهُمۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِہِمۡ أَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡ‌ۖ قَالُواْ بَلَىٰ‌ۛ شَهِدۡنَآ‌ۛ أَن تَقُولُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ إِنَّا ڪُنَّا عَنۡ هَـٰذَا غَـٰفِلِينَ (١٧٢)



Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Seorang bayi (siapapun) masih dalm kandungan ibunya umur 4 bulan sudah bersaksi bahwa Allah adalah Tuhannya, berarti ia Islam. Itulah fitrahnya.

Laki-laki itu fitrahnya adalah dalam bermacam hal :
1.Jiwa Al Qowam (pemimpin).
Tentu otaknya berbeda dengan anak perempuan.  Maka pendidikan laki-laki berbeda dengan anak perempuan karena Allah subhanahu wata’ala menciptakan-nya berbeda.  
Allah sebutkan dalam AlQur’an Surat Hujurat ayat 13 bahwa hanya ada dua jenis manusia yaitu laki-laki dan perempuan.  Tidak pernah disebutkan adanya manusia berjenisbanci (bencong).  Menuduh bahwa banci itu fitrah, berarti menuduh Allah berkhianat dalam penciptaan-Nya. Jadi tidak ada mansia berjenis Waria, kalau ada, maka itu penyimpangan dari fitrah.

2.Laki-laki punya keunikan/kelebihan dibanding perempuan.
Karena fitrahnya sejak awal berbeda (Lihat AlQur’an Surat An Nisaa’ ayat 34). 
Laki-laki punya kelebihan dibandingkan perempuan. Laki-laki berpikiran singkat, kalau bicara seperlunya. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam sebagai suami (laki-laki) kalau berkata-kata seperlunya, cukup singkat tetapi merangkum semua hal.  Maka bila orang laki-laki banyak ngomong, panjang sekali ngomongnya, itu karena selama ini ia tidak pernah mendapat stimulan laki-laki pada software-nya. Selama ini diasuh oleh perempuan saja.

Bagiamana kita mendidik anak laki-laki dan permpuan adalah berdasarkan AlQur’an, maka kita belajar dari keluarga yang ada dalam AlQur’an, salah satu jiwa laki-laki adalah Al Qowam (pemimpin) sebagaimana disebutkan di atas. Sebagaimana disebutkan dalam Surat An Nisaa’ ayat 34Bahwa kaum laki-laki itu adalah pemimpin (Al Qowam) bagi wanita. 

Artinya sejak lahir anak laki-laki oleh Allah subhanahu wata’ala diberikan software :Pemimpin.   Masalahnya software (kepemimpinan) bersesuaian atau tidak dengan hardware(yang diasuhkan).  Ternyata selama ini hardware-nya justru merusak jiwa Qowam-nya (jiwa kepemimpinannya). Sehingga ada orang laki-laki yang jiwa Qowam-nya hilang karena diasuh oleh ayah yang Cuek (tidak peduli) dan ibu yang otoriter.

Padahal yang benar adalah laki-laki (suami) menjadi penguat, penjadi faktor yang menegakkan keluarga.  Sehingga seorang perempuan mendapatkan suami yang Qowam(pemimpin, penegak keluarga) adalah beruntung.  Yang sebelumnya perempuan itu pesimistis, tiba-tiba menjadi orang yang termotivasi oleh suaminya, karena suaminya selalu berkata-kata yang positif.   Yang selama ini perempuan itu tidak punya potensi, karena menikah dengan seorang laki-laki yang punya jiwa kepemimpinan, maka perempuan itu menjadi bintang.  Itulah hebatnya laki-laki yang mempunyai jiwa Al Qowam (Pemimpin), sehingga isterinya bisa tumbuh potensinya.


Maka sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam yang menempatkan diri beliau dalam keluarganya sebagai Al Qowam (pemimpin keluarga) sehingga isteri beliau ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha menjadi salah seorang ulama.  Hafal banyak Hadits, menjadi guru beberapa ulama laki-laki di zamannya.

Bagaimana pula Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mendidik isteri beliau yang lain yaitu Zainab binti Khuzaimah rodhiyallahu ‘anhuma, disebut juga Ummul Masakin (Ibu orang-orang miskin), karena beliau punya jiwa dermawan, jiwa sosial yang tinggi, sehingga dicap sebagai orang wanita yang punya jiwa sosial tinggi,. Bahkan Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam memujinya dalam sebuah Hadits : Khoirukunna man tholayadiha - Sebaik-baik perempuan yang panjang tangannya (senang memberi).  Demikian pula isteri-isteri beliau yang lain menjadi contoh-teladan bagi perempuan-perempuan lain dizaman itu.

Makna “Al Qowam” juga berarti adil dan seimbang. Maka laki-laki dalam Islam dibolehkan poligami karena  punya  jiwa AlQowam (adil-seimbang). Dan bagi laki-laki yang tidak punya jiwa AlQowam jangan sekali-kali ingin menikah lebih dari seorang wanita.  Sebab akhirnya akan menjadi masalah, dan menimbulkan pertengkaran dalam keluarga.

“AlQowam – AlQoyyim”, menurut Imam Abubakar Arrozi dalam Kitab Mukhtar Ash Shiha maknanya adalah Pemimpin (Leader), bukan pengekor.
Maka sejatinya laki-laki adalah AlQowam, untuk menegakkan, menjadikan, membentuk, meningkatkan kemampuan anggota keluarganya, terutama isterinya, misalnya ketika isterinya sedang hamil, ia (suami) membantu dalam pekerjaan-pekerjaan keseharian di rumahtangganya.  Untuk meringankan tugas dalam rumah tangga yang biasanya dikerjakan oleh isterinya. Jangan sampai isterinya yang sedang hamil itu tetap terbebani pekerjaan-pekerjaan rumahtangganya.

Hal-hal yang demikian akan muncul pada jiwa anak-anaknya, apabila anak dalam pengasuhan yang benar. Terutama anak laki-laki yang tidak diasuh dengan benar, bisa-bisa ketika sudah dewasa ia akan sering menyakiti perempuan, jiwanya pengecut, tidak bisa menjadi Leader, cengeng, dst.  Itulah yang sering terjadi.

Maka agar kita bisa mendidik anak laki-laki, belajarlah dari keluarga pendidik laki-laki terbaik.  Dalam AlQur’an Surat Ali Imran ayat 33 Allah subhanahu wata’ala memberikan contoh keluarga :

سُوۡرَةُ آل عِمرَان
۞ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصۡطَفَىٰٓ ءَادَمَ وَنُوحً۬ا وَءَالَ إِبۡرَٲهِيمَ وَءَالَ عِمۡرَٲنَ عَلَى ٱلۡعَـٰلَمِينَ (٣٣)


  
Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga 'Imran melebihi segala umat (di masa mereka masing-masing),

Ayat tersebut bila dibahas akan menjadi dalam sekali maknanya, karena ayat tersebut memberikan petunjuk bagaimana pendidikan dalam sebuah keluarga.
Pertama : Allah subhanahu wata’ala kepada Nabi Adam dan Nabi Nuh tidak memberikan gelar  ‘Ala Adam wa Nuh tetapi kepada Ibrahim dan Imran membarikan gelar ‘Ala Ibrahim wa ‘ala Imran.   Tetapi Allah memuji Adam dan Nuh tetapi bukan keluarganya.

Sejatinya Keluarga Terbaik ada tiga ciri : Punya pasangan, anak dan cucu yang baik. Keluarga Ibrahim dan Keluarga Imran punya pasangan, anak dan keturunan yang baik-baik semua. Sementara Adam dan Nuh tidak dipuji sebagai keluarga yang baik, tetapi dilebihkan sebagai sosok ayah yang baik. Karena anak Adam (Qabil) sebagai pembunuh. Nabi Nuh‘alaihissalam anaknya (Kan’an) menjadi kafir.

Nabi Adam ‘alaihissalam dipuji oleh Allah subhanahu wata’ala, karena meskipun beliau punya kesalahan,  beliau tidak pernah menuding pihak lain. Adam cepat mengakui kesalahannya. Ketika Nabi Adam di keluarkan dari surga dan diturunkan di bumi, terlunta-lunta di muka bumi,  tetapi beliau tetap mengakui kesalahannya sendiri, tidak pernah menyalahkan pihak lain,  misalnya dengan mengatakan : Ini gara-gara iblis maka aku dikeluarkan dari surga. Tidak.

Nabi Adam ‘alaihissalam tidak menyalahkan demikian.  Melainkan mengakui kesalahannya sendiri sebagaimana dalam do’a beliau : Robbana dholamna anfusana wa illam taghfirlana watarhamna lana kunanna minal khosyirin – (Wahai Tuhanku, kami telah menganiaya diri kami sendiri, jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang yang merugi).

Sebagai teladan bagi kita, seorang bapak kalau ternyata anaknya bandel,  lalu menyalahkan pihak lain,  gara-gara TV, gara internet, gara-gara gurunya, dsb. Tetapi hendaknya si bapak mawas diri, evaluasi diri terlebih dahulu.  Cepat akui kesalahan diri, tidak usah mencari kambing hitam. Itulah yang terbaik.  Kalau anda ingin seperti kualitas Nabi Adam ‘alaihissalam.

Nabi Nuh ‘alaihissalam, beliau dipuji Allah subhanahu wata’ala karena anak dan isterinya kafir, tetapi Nabi Nuh tidak putus asa dalam berdakwah kepada anak-isteri dan kepada umat beliau. Beliau berdakwah siang-malam, tiada pernah henti.
Maka orangtua yang baik bukan melihat hasilnya, melainkan yang dilihat adalah prosesnya. Kalau orang tua hanya memikirkan hasilnya, maka ia akan berpikir instan. Anaknya yang bandel lalu dipanggilkan dukun,  panggil ahli hipnotis dst,. Si bapaknya lupa bahwa Allahsubhanahu wata’ala meng-hisab prosesnya.

Si bapak melihat anaknya bandel tidak mau sholat, lalu dimasukkan ke pesantren, dst.   Maka pesantren seperti bengkel, memperbaiki anak-anak yang rusak.  Karena orang tuanya angkat tangan. Bahkan marah-marah kepada anaknya, berkata : “Bapak tidak akan mengakui kamu sebagai anak” ! 
Jangan demikian,  ingat, kelak hukumannya seperti Nabi Yunus yang marah kepada umatnya yang tidak mau beriman, lalu beliau meninggalkan umatnya itu. 

Lihat AlQur’an Surat Anbiyaa ayat 87 :

سُوۡرَةُ الاٴنبیَاء
وَذَا ٱلنُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَـٰضِبً۬ا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقۡدِرَ عَلَيۡهِ فَنَادَىٰ فِى ٱلظُّلُمَـٰتِ أَن لَّآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبۡحَـٰنَكَ إِنِّى ڪُنتُ مِنَ ٱلظَّـٰلِمِينَ (٨٧)



Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), Maka ia (Yunus) menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: "Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha suci Engkau, Sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim."

Nabi Yunus merasa bahwa kaumnya tidak prospektif, bandel,  tidak mau beriman, diberitahu agar sholat, tetapi tidak mau sholat.  Dilarang berzina, tetapi bahkan berzina berkali-kali, maka Nabi Yunus ‘alaihissalam kesal sekali, marah dan meninggalkan kaumnya, dengan maksud mencari kaum yang lain, yang kira-kira mau mendengarkan dakwahnya.  Maka Allah hukum Nabi Yunus dengan dimasukkan ke dalam perut ikan paus.  Kehidupannya terasa gelap.

Maka jangan sekali-kali seorang bapak marah-marah kepada anak dan keluarganya, lalu meninggalkannya.  Akan mengalami kegelapan hidup.  Usahanya kandas terus, bisnisnya selalu merugi, dst. Maka orangtua jangan sampai putus asa mendidik anak-anak terutama anak laki-laki. Hidayah adalah milik Allah subhanahu wata’ala.  Maka orangtua sebagaimana Rasul Ulul ‘Azmi adalah bekerja saja secara sungguh-sungguh, mendidik  anak dengan benar, sebagaimana Nabi Ibrahim dan keluarga Ali Imran yang sukses mendidik-anak-anaknya.

Catatan :
1.     Ibrahim adalah Nabi, sedangkan Imran bukan Nabi.  Maknanya, meskipun kita bukan Nabi, kita bisa sukses seperti keluarga Imran.
2.     Ibrahim ber-poligami, menurut Imam Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim punya  isteri 4 : Sarah, Hajar, Qondura dari Bani Madyan, dan Hajun binti Amin tinggal diwilayah sekitar Yaman.   Dari empat isteri melahirkan anak 12 orang tetapi ada yang meriwayatkan 13 orang anak.
3.       Ibrahim sukses berpoligami, anak-anak beliau semua menjadi tokoh pada zamannya. Bahkan seluruh nabi-nabi nasab-nya adalah Nabi Ibrahim a.s.  Maka Nabi Ibrahim disebut : Bapak semua nabi.
4.       Nabi Ibrahim adalah keluarga yang berpindah-pindah (Nomaden). Beliau tinggal di Babylonia pindah ke Syam, pindah lagi ke Mesir, lalu ke Hijaz.  Sementara Keluarga Imran, tidak berpindah-pindah menetap di Baitul Maqdis. 
5.       Nabi Ibrahim ‘alaihissalam anaknya laki-laki semua.  Maka mengurus anak laki-laki belajarlah dengan Nabi Ibrahim.  Sedangkan Keluarga Imran anaknya perempuan (Maryam).  

Target Pengasuhan.
Berbeda target antara pengasuhan anak laki-laki dan perempuan, karena pada dasarnya  anak laki-laki secara fitrahnya berbeda (tidak sama) dengan anak perempuan. Maka targetnya-pun berbeda.  Oleh karena itu paham Emansipasi itu merusak. Banyak keluarga rusak karena melaksanakan Eamansipasi yang tidak punya patokan dalam Syari’at.

Oleh karena itu dalam Islam ada patokan cara mendidiknya.  Anak laki-laki berbeda, sebagaimana disebutkan di atas keluarga Ibrahim dengan anak laki-lakinya dan keluarga Imran yang punya anak perempuan.  Keluarga Ibrahim punya tokoh anak laki-laki terbaik, yaitu Ismail dan  Ishaq. Sementara itu keluarga Imran punya tokoh perempuan terbaik, yaitu Maryam.
Ismail dan Ishaq menjadi Nabi sedangkan Maryam yang punya predikat “perempuan suci” tidak menjadi Nabi tetapi mendukung kenabian, yaitu melahirkan Nabi yaitu Nabi ‘Isa‘alaihissalam.

Artinya, khusus untuk anak laki-laki target pengasuhannya adalah mencetak menjadi “nabi”.  Maknanya, anda punya anak laki-laki didiklah menjadi “nabi” atau mendidik “ala nabi”.  Untuk anak perempuan, targetnya adalah : Didiklah ia menjadi “wanita suci”.Menjadi pendukung kenabian. Maka dalam Hadits disebutkan bahwa wanita terbaik ada empat :

1.     Asiyah, isteri Fir’aun. Suaminya tokoh kafir, tetapi ia tetap beriman.
2.     Maryam binti Imran, yang melahirkan Nabi ‘Isa ‘alaiahissalam,
3.     Khadijah binti Khuwailid, isteri Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam,
4.     Fatimah binti Muhammad, putri Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam

Ternyata keempatnya bukan Nabi, tetapi peran Asiyah (isteri Fir’aun) merupakan faktor pendukung proses kenabian, yaitu mengasuh Musa hingga menjadi Nabi.
Maryam binti Imran, berperan menjadi pendukung kenabian, dari rahimnya lahir seorang Nabi yaitu Nabi ‘Isa ‘alaihissalam.
Khadijah binti Khuwailid, suaminya menjadi Nabi dan Rasul, yaitu  Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam.
Fatimah, ayahnya menjadi Nabi, yang menjadi contoh keberhasilan seorang ayah mendidik anak perempuan.

Untuk mencetak anak laki-laki menjadi Nabi, adalah mustahil. Karena kenabian sudah selesai dengan ke-Rasulan Muhammad  shollallahu ‘alaihi wasallam.
Yang kita bahas adalah bagaimana nilai kenabian itu ada pada laki-laki. Yaitu :

1.     Seorang anak laki-laki dicetak menjadi Ahli Ilmu (Ulama). Sebab ulama adalah penerus para Nabi.  Maka bila ingin mencetak anak laki-laki di zaman ini  adalah mencetak menjadi Ulama, yaitu Ahli Ilmu bidang apa saja, bukan hanya bidang agama.   Didiklah anak laki-laki menjadi ahli di bidangnya. Maka Rasulullahshollallahu ‘alaihi wasallam mendidik para sahabat menjadi Ahli. Dalam pengertian ahli adalah seorang pemimpin yang bisa memahami dan memberikan solusi.
2.     Seorang anak menjadi Iqomatuddin,  menegakkan agama (Islam). Didiklah anak laki-laki menjadi penegak Islam.  Orang ahli tetapi tidak punya jiwa pembelaan terhadap Islam, berarti gagal orangtua mendidiknya.

Demikian Bagian Pertama tentang mendidik anak laki-laki, akan dilanjutkan dengan Bagian Kedua pada pertemuan berikutnya, yang intinya mencetak laki-laki menjadi Ahli dan punya jiwa Iqomatuddin (pembelaan terhadap tegaknya Islam).

Kamis, 28 Mei 2015

Tua itu pasti, tapi Dewasa itu PILIHAN ( Kisah Inspirasi )

Suatu hari, Ibuku bangun pagi-pagi sekali, lalu bekerja keras sepanjang hari, dari menyiapkan makanan untuk kami sampai membereskan rumah tanpa dibantu oleh pembantu.

Sudah dari jam tujuh malam tadi Ibu selesai menghidangkan makan malam untuk Ayah dan kami, sangat sederhana sekali, hanya berupa telur mata sapi, tempe goreng, sambal teri dan nasi. Namun sayang, karena sibuk mengurusi adik kecilku yang terus merengek, tempe dan telur goreng yang dibuat oleh Ibuku pun agak sedikit gosong.

Saya melihat Ibu sedikit panik, tapi tidak bisa berbuat banyak, sementara minyak gorengnya sudah habis. Kami menunggu dengan tegang apa reaksi Ayah yang pulang kerja, pasti beliau sudah sangat capek, apalagi melihat makan malamnya hanya tempe dan telur yang gosong.

Luar biasa..!!! Ayah saya dengan tenang menikmati dan memakan semua yang disiapkan oleh Ibu dengan bibir tersenyum, dan bahkan beliau berkata, “Bu terima kasih ya..!“

Tak lama kemudian, Ayah saya terus menanyakan kegiatan saya dan adik saya di sekolah. Selesai makan, tepatnya di meja makan, saya mendengar Ibu meminta maaf kepada semuanya, karena telor dan tempe yang di sajikan itu gosong dan satu hal yang tidak pernah saya lupakan adalah apa yang Ayah katakan pada Ibu, “Sayang, gak apa-apa, malahan saya suka sekali dengan telor dan tempe yang gosong, kok.“

Sebelum tidur, saya pergi untuk memberikan ciuman selamat tidur kepada Ayah, kemudian saya bertanya, apakah Ayah benar-benar menyukai telur dan tempe yang gosong tadi ?

Heran dengan pertanyaan saya, tiba-tiba Ayah memeluk saya erat dengan kedua lengannya sambil berkata, “Anakku, Ibu sudah bekerja keras sepanjang hari dan dia benar-benar sudah sangat capek, Jadi sepotong telor dan tempe
yang gosong itu tidak akan menyakiti siapa pun, kan..!"

Ini pelajaran yang saya praktekkan di tahun-tahun berikutnya, “Belajar menerima kesalahan orang lain, adalah satu kunci yang sangat penting untuk menciptakan sebuah hubungan yang sehat, bertumbuh dan abadi."

"Ingatlah, emosi tidak akan pernah menyelesaikan masalah yang ada, jadi selalulah berpikir yang dewasa.“

Mengapa sesuatu hal itu bisa terjadi, karena ini pasti punya alasannya sendiri.

Dan janganlah kita menjadi orang yang egois dan hanya mau dimengerti, tapi tidak mau mengerti dengan keadaan orang lain.

“Tua itu pasti, tapi Dewasa itu PILIHAN.“

Selasa, 26 Mei 2015

Percaya, Diam dan Lihatlah ( Kisah Inspirasi )

Seorang anak kecil sedang bermain sendirian dengan mainannya. Ketika sedang asyik-asyiknya bermain, tiba-tiba mainannya itu rusak. Dia mencoba untuk membetulkannya sendiri, tapi rupanya usahanya itu dari tadi sia sia saja. Akhirnya dia pun menyerah, dan mendatangi ayahnya agar memperbaiki mainannya tersebut.

Sambil memperhatikan ayahnya memperbaiki mainannya, dia selalu saja memberikan komentar kepada ayahnya, "Ayah, coba lihat bagian sebelah kiri, mungkin di situ kerusakannya." Ayahnya menurutinya, tapi ternyata belum betul juga mainannya.

Maka dia memberi komentar lagi, "Oh, bukan di situ yah, mungkin yang sebelah kanan, coba lihat lagi deh yah." Kali ini ayahnya juga menurutinya, tapi lagi-lagi mainannya itu belum betul.

"Kalau begitu coba yang di bagian depan yah, kali aja masalahnya ada di situ." Kali ini ayahnya marah, "Sudah, kalau kamu memang bisa, mengapa tidak kamu kerjakan sendiri saja ? Jangan ganggu Ayah lagi ! Ayah masih banyak kerjaan lain." kata sang Ayah sambil berlalu pergi meninggalkan anaknya.

Tapi setelah dia mencoba beberapa saat untuk memperbaikinya lagi, ternyata dia masih belum juga berhasil. Akhirnya dia kembali lagi kepada ayahnya sambil merengek, "Tolonglah yah, aku suka sekali mainan ini, kalau rusak begini bagaimana ? Tolong Ayah betulkan supaya bisa jalan lagi ya ?"

Karena tidak tega mendengar rengekan anaknya, si ayah akhirnya menyerah, "Baiklah Nak. Ayah akan memperbaiki mainanmu, asal kamu berjanji tidak boleh memberitahu Ayah apa yang harus Ayah lakukan. Kamu duduk saja dan perhatikan Ayah bekerja. Tidak boleh berkomentar."

Ketika ayahnya sedang memperbaiki mainannya, si anak mulai berkomentar lagi, "Jangan yang itu yah, kayaknya bagian lain yang rusak."

Mendengar hal itu, kali ini ayahnya berkata, "Kalau kamu berkomentar lagi, mainan ini akan ayah lepaskan dan silahkan kamu berusaha sendiri." Karena takut ayahnya akan benar-benar melakukan apa yang dikatakannya, anak itu pun diam dan duduk manis sambil melihat ayahnya memperbaiki mainannya sampai bisa berjalan lagi tanpa mengeluarkan komentar apa pun.

Seperti anak kecil itu, kita pun sering kali berserah kepada Allah SWT tapi masih ingin mengatur Allah SWT bagaimana sebaiknya jalan hidup kita.

Jika saja kita bisa sepenuhnya pasrah kepada kehendak Allah SWT, maka niscaya sungguh Allah SWT yang Maha Tahu dan sangat mencintai kita akan memberikan apa-apa yang terbaik, lebih dari apa yang kita pikirkan dan do'akan.

Percaya sepenuhnya tanpa ada keraguan dalam menyerahkan urusan kita kepada Allah SWT. Itulah kuncinya.

Rasulullah dan Pengemis Yahudi buta ( Kisah Inspirasi )

Di salah satu sudut pasar Madinah Al-Munawwarah ada seorang Pengemis Yahudi buta. Hari demi hari apabila ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata “Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.

Setiap pagi Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawa makanan, dan tampa berkata sepatah katapun Rasulullah SAW menyuapi makanan yang dibawanya kepada Pengemis itu. Walaupun Pengemis itu selalu berpesan agar tidak mendekati orang yang bernama Muhammad. Rasulullah SAW melakukannya hingga menjelang Beliau SAW wafat. Setelah kewafatan Rasulullah, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada Pengemis Yahudi buta itu.

Suatu hari Abu Bakar r.a berkunjung ke rumah Anaknya Aisyah r.ha. Beliau bertanya kepada Anaknya, “Wahai Anakku, adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan ?”.

Aisyah r.ha menjawab pertanyaan ayahnya, “Wahai ayah, engkau adalah seorang Ahli Sunnah. Hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum pernah ayah kerjakan kecuali satu sunnah saja”.

“Apakah itu ?” tanya Abu Bakar r.a.

“Setiap pagi, Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang Pengemis Yahudi buta yang berada di sana” kata Aisyah r.ha.

Keesokan harinya Abu Bakar r.a. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikannya kepada Pengemis itu. Abu Bakar r.a mendatangi Pengemis itu dan memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si Pengemis marah sambil berteriak, “Siapa kamu !!”.

Abu Bakar r.a menjawab, “Aku orang yang biasa”.

“Bukan ! engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”, jawab si Pengemis buta itu. “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri”, Pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abu Bakar r.a. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada Pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu, aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW". Setelah Pengemis itu mendengar cerita Abu Bakar r.a. ia pun menangis dan kemudian berkata, "Benarkah demikian ?, selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…". Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abu Bakar r.a.

Sigapnya Sang Pemimpin ( Kisah Inspirasi )

Suatu malam menjelang kedatangan pasukan Ahzab ke Madinah, demikian Sa'ad ibn Abi Waqqash berkisah, keadaan demikian mencekam. Sungguh tepat apa yang digambarkan Allah; tak tetap lagi penglihatan kami dan hati serasa naik menyesak ke kerongkongan (Surat Al Ahzab Ayat 10).

Malam itu aku terbangun dan ingat akan Rasulullah. Atas keinginan sendiri, aku beranjak, lalu berjaga di dekat kediaman beliau. Saat aku disana, Rasulullah bersabda dengan suara agak dikeraskan, "Adakah lelaki shalih yang malam ini sudi menjaga kami ?"

Maka aku segera menjawab, "Labbaika yaa Rasuulullah ! Di sini Sa'ad ibn Abi Waqqash berjaga untukmu !" Sesungguhnya yang paling kusukai dari sabda beliau adalah kata-kata 'lelaki shalih', semoga itu menjadi do'a bagi diriku.

Beliau keluar menemuiku dengan senyum tulusnya. Setelah memberikan arahan dan memesankan nasihat, beliau masuk kembali. Di larut itu, tiba-tiba kudengar bunyi keras menderu-deru dari ujung kota. Bergegas kunaiki kuda dan kutuju arah asal suara. Aku memacu kudaku. Sampai di satu tempat gelap, dari arah berlawanan muncul bayangan penunggang kuda. Kusiapkan busur dan panahku. Ketika mendekat, aku terkesiap. Ternyata dia Rasulullah ! Aku bertanya, "Dari mana engkau, ya Nabi ? Sungguh aku khawatir atas deru tadi ! Aku khawatir, pasukan musuh dalam jumlah besar datang untuk menyerang Madinah. Mohon pulanglah, dan izinkan aku memeriksanya"

Rasulullah tersenyum padaku dan bersabda, "Tenangkan dirimu, hai Sa'ad. Aku telah memeriksanya. Dan itu hanya suara angin gurun"

Aku terperangah, takjub dan malu. Aku, si peronda, telah didahului oleh sang Nabi yang kujaga dalam memeriksa kemungkinan bahaya.

_____*****_____

Kisah Sa'ad ini menjadi pembelajaran indah. Bahwa sang Nabi meminta dijaga bukan karena manja atau suka dilayani pengikutnya. Kesiagaan dan kegesitan beliau bahkan lebih tinggi daripada Sa'ad yang meronda. Permintaan dijaga itu ternyata pendidikan maknanya. Sungguh menakjubkan; pemimpin ini adalah pembawa kedamaian, tak cuma dalam kata, tetapi dengan tindakan yang didasari ketulusan. Dan, kasih sayang agung yang membuat seluruh hidupnya terabdi tuk melayani, tak menghalangi beliau dalam mendidik sahabatnya.

Demikian sekelumit kisah, moga mengilhamkan kita tuk menjadi pembawa damai di hati orang-orang yang kita pimpin. Amin.

Gubernur Kuli Panggul ( Kisah Inspirasi )

Salman Al Farisi pernah menjabat gubernur di beberapa kota. Ia adalah orang yang sangat rendah hati, hingga orang lain menyangkanya seperti kebanyakan orang lainnya, makan dan minum dari hasil keringatnya sendiri.

Pada suatu hari ketika Salman sedang berjalan kaki, ia bertemu dengan seorang Pedagang yang datang dari negeri Syam sambil membawa barang bawaannya berupa buah tin dan buah kurma. Pedagang itu mencari - cari tukang angkut (kuli) yang dapat membantunya membawakan barang bawaannya. Tatkala dilihatnya seorang lelaki yang tampaknya olehnya seperti halnya rakyat kebanyakan, terlintas dalam benaknya untuk menyuruh orang itu membawakan barang - barang dagangannya.

Pedagang itu pun melambai - lambaikan tangannya sembari menunjuk orang yang dilihatnya agar menghampirinya. Pedagang itu pun berkata, "Tolong bawakan barang - barangku ini !"

Orang yang diperintah pun segera membawanya dan keduanya berjalan beriringan hingga melewati sekelompok orang yang sedang berkumpul. Sang Pedagang lantas mengucapkan salam kepada mereka. Mereka lalu menjawab, "Wa'alaikummusalam wahai Amirul Mukminin"

"Wahai Gubernur ? Gubernur mana yang kalian maksud ?" kata orang Syam itu dalam hatinya.

Ia semakin bertambah keheranan tatkala melihat sebagian dari mereka cepat - cepat menjuju ke arah tukang angkutnya sembari memohon, "Biar aku saja yang membawanya wahai Amir"

Akhirnya Pedagang dari Syam itu mengetahui bahwa orang yang membawa barang - barangnya itu tidak lain adalah gubernur wilayah tersebut, yaitu Salman Al Farisi. Seketika itu juga dia langsung meminta maaf kepada beliau dan menyatakan penyesalannya. Segera ia mendekati Salman untuk membantu menurunkan barang bawaannya, tetapi Salman menolak sambil berkata, "Tidak usah, aku akan membawanya hingga sampai di rumahmu"

Sebatang Pohon, Gunung dan Seekor Unta ( Kisah Inspirasi )

Pada suatu hari Uqa'il bin Abi Thalib pergi bersama-sama dengan Nabi Muhammad SAW. Pada waktu itu Uqa'il melihat tiga peristiwa ajaib yang menjadikan hatinya menjadi bertambah kuat dalam berpegang teguh di dalam Islam.

Peristiwa pertama adalah, ketika Rasulullah SAW ingin melaksanakan hajat yaitu membuang air besar, sedangkan di hadapannya terdapat beberapa batang pohon saja.

Maka Baginda SAW berkata kepada Uqa'il, "Hai Uqa'il teruslah engkau berjalan sampai ke pohon itu, dan katakan kepadanya (kepada pohon), bahwa sesungguhnya Rasulullah berkata : `Agar kamu semua (pohon-pohon) datang kepadanya untuk menjadi aling-aling atau penutup baginya (Rasulullah), karena sesungguhnya Rasulullah akan mengambil air wudhu dan buang air besar`".

Uqa'il pun keluar dan pergi mendapatkan pohon-pohon itu. Tetapi, sebelum dia menyelesaikan tugasnya. Ternyata pohon-pohon itu sudah tumbang dari akarnya serta sudah mengelilingi di sekitar Rasulullah SAW sampai Rasulullah SAW selesai dari hajatnya. Maka Uqa'il kembali ke tempat pohon-pohon itu.

Peristiwa kedua adalah, ketika Uqa'il merasakan haus yang sangat dan tidak menemukan air sama sekali walaupun dia sudah mencari air kesana kemari.

Kemudian, Rasulullah SAW berkata kepada Uqa'il bin Abi Thalib, "Hai Uqa'il, dakilah gunung itu, dan sampaikanlah salamku kepadanya serta katakan, `Jika padamu ada air, berilah aku minum !`".

Uqa'il lalu pergi mendaki gunung itu dan berkata kepadanya sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Rasulullah tadi. Tetapi, sebelum ia selesai berkata, gunung itu berkata dengan fasihnya, "Katakanlah kepada Rasulullah, bahwa aku sejak Allah SWT menurunkan ayat yang berbunyi : `Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu beserta keluargamu dari (siksa) api neraka yang umpannya dari manusia dan batu`. "Aku menangis dari sebab takut kalau aku menjadi batu itu maka tidak ada lagi air padaku."

Peristiwa ketiga ialah, ketika Uqa'il sedang berjalan dengan Nabi, tiba-tiba ada seekor unta yang meloncat dan lari ke hadapan Rasulullah SAW.

Unta itu lalu berkata, "Ya Rasulullah, aku minta perlindungan darimu."

Ketika Unta itu belum selesai mengadukan halnya kepada Rasulullah, tiba-tiba datanglah dari belakang seorang Arab Badui dengan membawa pedang terhunus. Melihat orang Arab Badui itu, Nabi Muhammad SAW berkata, "Hendak apakah kamu terhadap unta itu ?"

Orang Arab Badui itu menjawab, "Wahai Rasulullah, aku telah membelinya dengan harta yang mahal, tetapi dia tidak mau taat dan tidak mau jinak, maka akan kupotong saja dan akan kumanfaatkan dagingnya (kuberikan kepada orang-orang yang memerlukan)."

Rasulullah SAW bertanya kepada unta tersebut, "Mengapa engkau menderhakai dia ?".

Jawab unta itu, "Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak menderhakainya dari satu pekerjaan pun, akan tetapi aku menderhakainya dari sebab perbuatannya yang buruk. Kerana kabilah yang dia termasuk di dalam golongannya, tidur meninggalkan solat Isya'. Kalau sekiranya dia mau berjanji kepada engkau akan mengerjakan dan tidak meninggalkan solat Isya' itu, maka aku berjanji tidak akan menderhakainya lagi. Sebab aku takut kalau Allah menurunkan siksa-Nya kepada mereka, sedang aku berada di antara mereka."

Akhirnya Nabi Muhammad SAW mengambil perjanjian orang Arab kampung itu, bahwa dia tidak akan meninggalkan solat Isya'. Kemudian, Nabi Muhammad SAW menyerahkan unta itu kepadanya. Dan dia pun kembali kepada keluarganya dengan membawa unta tersebut dan sebuah janji yang harus dia laksanakan.

Sungguh betapa hanya sebatang pohon, sebuah gunung, dan seekor unta, begitu taatnya mereka dengan perintah Allah dan RasulNya dan juga mengkhawatirkan keadaannya terhadap dirinya kelak di Akhirat. Lalu bagaimanakah dengan kita, sebagai Khalifah di muka bumi dan menyandang gelar sebagai makhluk yang paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Sang Maha Pencipta ?? Hendaknya kita memikirkannya masak-masak.

Kendaraan Seorang Bijak ( Kisah Inspirasi )

Matahari di padang pasir terasa membakar. Hanya sesekali angin bertiup, menerbangkan debu-debu yang memerihkan mata. Membuat seorang pemuda kerepotan mengarungi samudera pasir yang membentang luas. Namun, hatinya sedikit tenang. Unta yang di tungganginya masih muda dan kuat. Ia berharap kendaraannya ini sanggup untuk menempuh perjalanan yang jauh. Karena masih ada separuh perjalanan lagi yang harus ditempuh Sang Pemuda.

“Mudah - mudahan aku selamat sampai Makkah," katanya penuh harap. "Dan, segera melihat Baitullah yang selama ini aku rindukan.”

Panggilan rukun Islam kelima itulah yang telah membulatkan tekadnya mengarungi padang pasir yang terik.

Di tengah perjalanan, tiba - tiba Pemuda itu menatap tajam ke arah seseorang yang tengah berjalan sendirian di padang pasir.

'Kenapa orang itu berjalan sendiri di tempat seperti ini ?' tanya pemuda itu dalam hati. Sungguh berbahaya.

Pemuda tersebut menghentikan untanya di dekat orang itu. Ternyata, ia adalah seorang lelaki tua. Berjalan terseok - seok di bawah terik matahari. Lalu, Pemuda itu segera turun dari kendaraannya dan menghampiri.

“Wahai Bapak Tua, Bapak mau pergi ke mana ?” tanyanya ingin tahu.

“In syaa Allah, aku akan ke Baitullah,” jawab orang tua itu dengan tenang.

“Benarkah ?!” Pemuda itu terperanjat. Apa orang tua itu sudah tidak waras ? Ke Baitullah dengan berjalan kaki ?

“Betul Nak, aku akan melaksanakan ibadah haji,” kata orang tua itu meyakinkan.

“Maa sya Allah, Baitullah itu jauh sekali dari sini. Bagaimana kalau Bapak tersesat atau mati kelaparan ? Lagi pula, semua orang yang kesana harus naik kendaraan. Kalau tidak naik unta, bisa naik kuda. Kalau berjalan kaki seperti Bapak, kapan Bapak bisa sampai ke sana ?” Pemuda itu tercenung, merasa takjub dengan Bapak Tua yang ditemuinya.

Ia yang menunggang unta dan membawa perbekalan saja, masih merasa khawatir selama dalam perjalanan yang begitu jauh dan berbahaya. Siapapun tak akan sanggup menempuh perjalanan sejauh itu dengan berjalan kaki. Apa ia tidak salah bicara ? Atau memang orang tua itu sudah terganggu ingatannya ?

“Aku juga berkendaraan,” kata Bapak Tua itu mengejutkan.

Si Pemuda yakin kalau dari kejauhan tadi, ia melihat orang tua itu berjalan sendirian tanpa kendaraan apa pun. Tapi, Bapak Tua itu malah mengatakan dirinya memakai kendaraan.

Orang ini benar-benar sudah tidak waras. Ia merasa memakai kendaraan, padahal aku lihat ia berjalan kaki ... pikir si Pemuda geli.

“Apa Bapak yakin kalau Bapak memakai kendaraan ?” tanya Sang Pemuda itu menahan senyumnya.

“Kau tidak melihat kendaraanku ?” orang tua itu malah mengajukan pertanyaan yang membingungkan. Si Pemuda, kini tak dapat lagi menyembunyikan kegeliannya.

“Kalau begitu, apa kendaraan yang Bapak pakai ?” tanyanya sambil tersenyum.

Orang tua itu termenung beberapa saat. Pandangannya menyapu padang pasir yang luas. Dengan sabar, si Pemuda menunggu jawaban yang akan keluar dari mulut orang tua itu. Akankah ia mampu menjawab pertanyaan tadi ?

“Kalau aku melewati jalan yang mudah, lurus, dan datar, kugunakan kendaraan bernama Syukur. Jika aku melewati jalan yang sulit dan mendaki, kugunakan kendaraan bernama Sabar,” jawab orang tua itu tenang.

Si Pemuda ternganga dan tak berkedip mendengar kata-kata orang tua itu. Tak sabar, pemuda itu ingin segera mendengar kalimat selanjutnya dari lelaki tua tersebut.

“Jika takdir menimpa dan aku tidak sampai ke tujuan, kugunakan kendaraan Ridha. Kalau aku tersesat atau menemui jalan buntu, kugunakan kendaraan Tawakkal. Itulah kendaraanku menuju Baitullah,” kata Bapak Tua itu melanjutkan.

Mendengar kata-kata tersebut, si Pemuda merasa terpesona. Seolah melihat untaian mutiara yang memancar indah. Menyejukkan hati yang sedang gelisah, cemas, dan gundah. Perkataan orang tua itu amat meresap ke dalam jiwa anak muda tersebut.

“Maukah Bapak naik kendaraanku ? Kita dapat pergi ke Baitullah bersama-sama,” ajak si Pemuda dengan sopan. Ia berharap akan mendengarkan untaian-untaian kalimat mutiara yang menyejukkan jiwa dari orang tua itu.

“Terima kasih Nak, Allah sudah menyediakan kendaraan untukku. Aku tak boleh menyia-nyiakannya. Dengan ikut menunggang kendaraanmu, aku akan menjadi orang yang selamanya bergantung kepadamu,” sahut orang tua itu dengan bijak, seraya melanjutkan perjalanannya.

Ternyata, orang tua itu adalah Ibrahim bin Adham, seorang ulama yang terkenal dengan kebijaksanaannya.

Refleksi Hikmah :

Untuk menempuh perjalanan kehidupan yang kita lalui ini. Bukan mobil mewah yang kita butuhkan sebagai kendaraan kita. Bukan pula harta melimpah yang kita butuhkan untuk bekal mengarungi kehidupan ini.

Cukup hati yang lapang, yang dapat menampung segala kemungkinan keadaan. Menyediakan bahan bakar Syukur, Sabar, Ridha dan Tawakkal. Hidup akan terasa lebih indah jika merasa bahagia.

Jumat, 22 Mei 2015

Muhasabah ( Introspeksi Diri )

Berasa blm bisa jd hamba Allah yg baik setiap habis baca ini, selalu saya ulang baca dan bikin nangis, maaf ya Allah... maaf..

Suatu ketika Allah SWT memerintahkan seorang Malaikat menemui Iblis agar menghadap Baginda Rasul saw untuk memberitahu segala rahasianya, baik yang disuka maupun yang dibencinya. Hal ini dimaksudkan untuk meninggikan derajat Nabi Muhammad saw dan juga sebagai peringatan dan perisai umat manusia.

Kemudian Malaikat itupun mendatangi Iblis dan berkata : “Hai Iblis! Engkau diperintah Allah untuk menghadap Rasulullah saw. Bukalah semua rahasiamu dan jawablah setiap pertanyaan Rasulullah dengan jujur. Jika engkau berdusta walau satu perkataanpun, niscaya akan terputus semua anggota badanmu, uratmu serta disiksa dengan azab yang amat pedih”.

Mendengar ucapan Malaikat yang dahsyat itu, Iblis sangat ketakutan, maka segera ia menghadap Rasulullah saw dengan menyamar sebagai orang tua yang buta sebelah matanya dan berjanggut putih 10 helai yang panjangnya seperti ekor lembu.

Iblis pun memberi salam sampai 3 (tiga) kali salam, Rasulullah saw tidak juga menjawabnya, maka Iblis berkata : “Ya Rasullullah! Mengapa engkau tidak menjawab salamku? Bukankah salam itu sangat mulia di sisi Allah?” Maka jawab Nabi dengan marah : “Hai musuh Allah! Kepadaku engkau menunjukkan kebaikanmu? Jangan kau coba menipuku sebagaimana kau tipu Nabi Adam as sehingga beliau keluar dari syurga, kau hasut Qabil sehingga ia tega membunuh Habil yang masih saudaranya sendiri, ketika sedang sujud dalam sembahyang kau tiup Nabi Ayub as dengan asap beracun sehingga beliau sengsara untuk beberapa lama, kisah Nabi Daud as dengan perempuan Urya, Nabi Sulaiman meninggalkan kerajaannya karena engkau menyamar sebagai isterinya dan begitu juga beberapa Anbiya dan pendeta yang telah menanggung sengsara akibat hasutanmu.

Hai Iblis! Sebenarnya salam itu sangat mulia di sisi Allah azza wa jalla, tapi aku diharamkan Allah menjawab salammu. Aku mengenalmu dengan baik wahai Iblis, Raja segala Iblis. Apa tujuanmu menemuiku?”.

Jawab Iblis : “Ya Nabi Allah! Janganlah engkau marah. Engkau dapat mengenaliku karena engkau adalah Khatamul Anbiya. Aku datang atas perintah Allah untuk memberitahu segala tipu dayaku terhadap umatmu dari zaman Nabi Adam as hingga akhir zaman nanti. Ya Nabi Allah! Setiap apa yang engkau tanya, aku bersedia menerangkan satu persatu dengan sebenarnya, aku tidak berani menyembunyikannya”.

Kemudian Iblispun bersumpah menyebut nama Allah dan berkata : “Ya Rasulullah! Sekiranya aku berdusta barang sepatahpun niscaya hancur leburlah badanku menjadi abu”.

Ketika mendengar sumpah Iblis itu, Nabipun tersenyum dan berkata dalam hatinya, inilah kesempatanku untuk menyiasati segala perbuatannya agar didengar seluruh sahabat yang ada di majlis ini dan menjadi perisai seluruh umatku.

Pertanyaan Nabi (1) :

“Hai Iblis! Siapakah musuh besarmu?”

Jawab Iblis : “Ya Nabi Allah! Engkaulah musuhku yang paling besar di antara musuh-musuhku di muka bumi ini”.

Kemudian Nabipun memandang muka Iblis dan Iblispun gemetar karena ketakutan. Sambung Iblis : “Ya Khatamul Anbiya! Aku dapat merubah diriku seperti manusia, binatang dan lain-lain hingga rupa dan suarapun tidak berbeda, kecuali dirimu saja yang tidak dapat aku tiru karena dicegah oleh Allah. Andaikan aku menyerupai dirimu, maka terbakarlah diriku menjadi abu.

Aku cabut iktikad / niat anak Adam supaya menjadi kafir karena engkau berusaha memberi nasihat dan pengajaran supaya mereka kuat untuk memeluk agama Islam, begitu juga aku berusaha menarik mereka kepada kekafiran, murtad atau munafik. Aku akan menarik seluruh umat Islam dari jalan yang benar menuju jalan yang sesat supaya masuk ke dalam neraka dan kekal di dalamnya bersamaku”.

Pertanyaan Nabi (2) :

“Hai Iblis! Apa yang kau perbuat terhadap makhluk Allah?”

Jawab Iblis : “Adalah satu kemajuan bagi perempuan yang merenggangkan kedua pahanya kepada lelaki yang bukan suaminya, setengahnya hingga mengeluarkan benih yang salah sifatnya. Aku goda semua manusia supaya meninggalkan sholat, berbuai dengan makanan dan minuman, berbuat durhaka, aku lalaikan dengan harta benda, emas, perak dan permata, rumahnya, tanahnya, ladangnya supaya hasilnya dibelanjakan ke jalan yang haram.

Demikian juga ketika pesta di mana lelaki dan perempuan bercampur. Di sana aku lepaskan godaan yang besar supaya mereka lupa peraturan dan akhirnya minum arak. Apabila terminum arak itu, maka hilanglah akal, fikiran dan malunya. Lalu aku ulurkan tali cinta dan terbukalah beberapa pintu maksiat yang besar, datang perasaan hasad dengki hingga perbuatan zina. Apabila terjadi kasih antara mereka, terpaksalah mereka mencari uang hingga menjadi penipu, peminjam dan pencuri.

Apabila mereka sadar akan kesalahan mereka lalu hendak bertaubat dan berbuat amal ibadah, akan aku rayu supaya mereka membatalkannya. Semakin keras aku goda supaya mereka berbuat maksiat dan mengambil isteri orang. Jika hatinya terkena godaanku, datanglah rasa ria’, takabur, iri, sombong dan melengahkan amalnya. Jika lidahnya yang tergoda, maka mereka akan gemar berdusta, mencela dan mengumpat. Demikianlah aku goda mereka setiap saat”.

Pertanyaan Nabi (3) :

“Hai Iblis! Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekerjaan yang tidak mendatangkan faedah bahkan menambah laknat yang besar dan siksa yang besar di neraka yang paling bawah? Hai yang dikutuk Allah! Siapa yang menjadikanmu? Siapa yang melanjutkan usiamu? Siapa yang menerangkan matamu? Siapa yang memberi pendengaranmu? Siapa yang memberi kekuatan anggota badanmu?

Jawab Iblis : “Semuanya itu adalah anugerah dari Allah Yang Maha Besar. Tetapi hawa nafsu dan takabur membuatku menjadi jahat sebesar-besarnya. Engkau lebih tahu bahwa diriku telah beribu-ribu tahun menjadi Ketua seluruh Malaikat dan pangkatku telah dinaikkan dari satu langit ke langit yang lebih tinggi. Kemudian aku tinggal di dunia ini beribadah bersama para Malaikat beberapa waktu lamanya.

Tiba-tiba datang firman Allah SWT hendak menjadikan seorang Khalifah di dunia ini, maka akupun membantah. Lalu Allah menciptakan manusia yang pertama (Nabi Adam as) dan seluruh Malaikat diperintah supaya memberi hormat sujud kepada lelaki itu, hanya aku saja yang ingkar. Oleh karena itu, Allah murka kepadaku dan wajahku yang tampan rupawan dan bercahaya itu berubah menjadi keji dan menakutkan. Aku merasa sakit hati. Kemudian Allah menjadikan Adam raja di syurga dan dikaruniakan seorang permaisuri (Siti Hawa) yang memerintah seluruh bidadari. Aku bertambah dengki dan dendam kepada mereka.

Akhirnya aku berhasil menipu mereka melalui Siti Hawa yang menyuruh Adam memakan buah khuldi, lalu keduanya diusir dari syurga ke dunia. Keduanya berpisah beberapa tahun dan kemudian dipertemukan Allah (di Padang Arafah), hingga mereka mendapat beberapa orang anak. Kemudian kami hasut anak lelakinya Qabil supaya membunuh saudaranya Habil. Itupun aku masih belum puas dan berbagai tipu daya aku lakukan hingga hari kiamat kelak.

Sebelum engkau lahir ke dunia, aku beserta bala tentaraku dengan mudah dapat naik ke langit untuk mencuri segala rahasia, tulisan yang menyuruh manusia berbuat ibadah dan balasan pahala serta syurga mereka. Kemudian aku turun ke dunia dan memberitahu manusia yang lain tentang apa yang sebenarnya aku dapatkan dengan berbagai tipu daya hingga tersesat dengan berbagai kitab bid’ah dan kehancuran.

Tetapi ketika engkau lahir ke dunia ini, maka aku tidak diijinkan oleh Allah untuk naik ke langit dan mencuri rahasia karena banyak Malaikat yang menjaga di setiap lapisan pintu langit. Jika aku memaksa untuk naik, maka Malaikat akan melontarkan anak panah dari api yang menyala. Sudah banyak bala tentaraku yang terkena lontaran Malaikat itu dan semuanya terbakar menjadi abu, maka semakin beratlah pekerjaanku dan bala tentaraku untuk menjalankan tugas menghasut manusia”.

Pertanyaan Nabi (4) :

Rasullullah bertanya “Hai Iblis! Apa yang pertama kali kau tipu dari manusia?”

Jawab Iblis : “Pertama kali aku palingkan iktikad / niatnya, imannya kepada kafir dan juga dari segi perbuatan, perkataan, kelakuan atau hatinya. Jika tidak berhasil juga, akan aku tarik dengan cara mengurangi pahala. Lama-kelamaan mereka akan terjerumus mengikuti kemauanku”.

Pertanyaan Nabi (5) :

“Hai Iblis! Jika umatku sholat karena Allah, apa yang terjadi padamu?”

Jawab Iblis : “Sungguh penderitaan yang sangat besar. Gemetarlah badanku dan lemah tulang sendiku, maka aku kerahkan berpuluh-puluh iblis datang menggoda manusia pada setiap anggota badannya.

Beberapa iblis datang pada setiap anggota badannya supaya malas sholat, was-was, lupa bilangan raka’atnya, bimbang pada pekerjaan dunia yang ditinggalkannya, merasa terburu-buru supaya cepat selesai sholatnya, hilang khusyuknya, matanya senantiasa melirik ke kanan dan ke kiri, telinganya senantiasa mendengar percakapan orang dan bunyi-bunyi yang lain.

Beberapa iblis yang lain duduk di belakang badan orang yang sembahyang itu supaya tidak kuat sujud berlama-lama, penat waktu duduk tahiyat dan dalam hatinya selalu merasa terburu-buru supaya cepat selesai sholatnya, itu semua membuat berkurangnya pahala. Jika para iblis tidak dapat menggoda manusia itu, maka aku sendiri akan menghukum mereka dengan hukuman yang berat”.

Pertanyaan Nabi (6) :

“Jika umatku membaca Al-Qur’an karena Allah, apa yang terjadi padamu?”

Jawab Iblis : “Jika mereka membaca Al-Qur’an karena Allah, maka terbakarlah tubuhku, putuslah seluruh uratku lalu aku lari dan menjauh darinya”.

Pertanyaan Nabi (7) :

“Jika umatku mengerjakan haji karena Allah, bagaimana perasaanmu?”

Jawab Iblis : “Binasalah diriku, gugurlah daging dan tulangku karena mereka telah mencukupkan rukun Islamnya”.

Pertanyaan Nabi (8) :

“Jika umatku berpuasa karena Allah, bagaimana keadaanmu?”

Jawab Iblis : “Ya Rasulullah! Inilah bencana yang paling besar bahayanya buatku. Apabila masuk awal bulan Ramadhan, maka memancarlah cahaya Arasy dan Kursi, bahkan seluruh Malaikat menyambut dengan suka cita. Bagi orang yang berpuasa, Allah akan mengampunkan segala dosa yang lalu dan digantikan dengan pahala yang amat besar serta tidak dicatat dosanya selama dia berpuasa. Yang menghancurkan hatiku ialah segala isi langit dan bumi, yakni Malaikat, bulan, bintang, burung dan ikan-ikan semuanya siang malam memohonkan ampunan bagi orang yang berpuasa. Satu lagi kemudian orang berpuasa ialah dimerdekakan pada setiap masa dari azab neraka. Bahkan semua pintu neraka ditutup manakala semua pintu syurga dibuka seluas-luasnya dan dihembuskan angin dari bawah Arasy yang bernama Angin Syirah yang amat lembut ke dalam syurga. Pada hari umatmu mulai berpuasa, dengan perintah Allah datanglah sekalian Malaikat dengan garangnya menangkapku dan tentaraku, jin, syaitan dan ifrit lalu dipasung kaki dan tangan dengan besi panas dan dirantai serta dimasukkan ke bawah bumi yang amat dalam. Di sana pula beberapa azab yang lain telah menunggu kami. Setelah habis umatmu berpuasa, barulah aku dilepaskan dengan perintah agar tidak mengganggu umatmu. Umatmu sendiri telah merasa ketenangan berpuasa sebagaimana mereka bekerja dan bersahur seorang diri di tengah malam tanpa rasa takut dibandingkan bulan biasanya”.

Pertanyaan Nabi (9) :

“Hai Iblis! Bagaimana seluruh sahabatku menurutmu?”

Jawab Iblis : “Seluruh sahabatmu termasuk musuh besarku. Tiada upayaku melawannya dan tiada satupun tipu daya yang dapat masuk kepada mereka. Karena engkau sendiri telah berkata : “Seluruh sahabatku adalah seperti bintang di langit, jika kamu mengikuti mereka, maka kamu akan mendapat petunjuk”.

Sayyidina Abu Bakar al-Siddiq sebelum bersamamu, aku tidak dapat mendekatinya, apalagi setelah berdampingan denganmu. Dia begitu percaya atas kebenaranmu hingga dia menjadi wazirul a’zam. Bahkan engkau sendiri telah mengatakan jika ditimbang seluruh isi dunia ini dengan amal kebajikan Abu Bakar, maka akan lebih berat amal kebajikan Abu Bakar. Lagipula dia telah menjadi mertuamu karena engkau menikah dengan anaknya, Sayyidatina Aisyah yang juga banyak menghafal Hadits-haditsmu.

Adapun Sayyidina Umar bin Khatab, aku tidak berani memandang wajahnya karena dia sangat keras menjalankan hukum syariat Islam dengan seksama. Jika aku pandang wajahnya, maka gemetarlah seluruh tulang sendiku karena sangat takut. Hal ini karena imannya sangat kuat apalagi engkau telah mengatakan : “Jikalau ada Nabi sesudah aku, maka Umar boleh menggantikan aku”, karena dia adalah orang harapanmu serta pandai membedakan antara kafir dan Islam hingga digelar ‘Al-Faruq’.

Sayyidina Usman bin Affan, aku tidak bisa bertemu karena lidahnya senantiasa membaca Al-Qur’an. Dia penghulu orang sabar, penghulu orang mati syahid dan menjadi menantumu sebanyak 2 (dua) kali. Karena taatnya, banyak Malaikat datang menghampiri dan memberi hormat kepadanya karena Malaikat itu sangat malu kepadanya hingga engkau mengatakan : “Barangsiapa menulis Bismillaahirrahmaanirrahiim pada kitab atau kertas-kertas dengan tinta merah, niscaya mendapat pahala seperti pahala Usman mati syahid”.

Sayyidina Ali bin Abi Thalibpun aku sangat takut karena hebatnya dan gagahnya dia di medan perang, tetapi sangat sopan santun, alim orangnya. Jika iblis, syaitan dan jin memandang beliau, maka terbakarlah kedua mata mereka karena dia sangat kuat beribadah dan beliau adalah golongan orang pertama yang memeluk agama Islam serta tidak pernak menundukkan kepalanya kepada berhala. Bergelar ‘Ali Karamullahu Wajhahu” dimuliakan Allah akan wajahnya dan juga ‘Harimau Allah’ dan engkau sendiri berkata : “Akulah negeri segala ilmu dan Ali itu pintunya”. Lagipula dia menjadi menantumu, aku semakin ngeri kepadanya”.

Pertanyaan Nabi (10) :

“Bagaimana tipu dayamu kepada umatku?”

Jawab Iblis : “Umatmu itu ada 3 (tiga) macam. Yang pertama, seperti hujan dari langit yang menghidupkan segala tumbuhan yaitu ulama yang memberi nasihat kepada manusia supaya mengerjakan perintah Allah dan meninggalkan laranganNya seperti kata Jibril as : “Ulama itu adalah pelita dunia dan pelita akhirat”. Yang kedua, umat tuan seperti tanah yaitu orang yang sabar, syukur dan ridha dengan karunia Allah. Berbuat amal saleh, tawakal dan kebajikan. Yang ketiga, umatmu seperti Fir’aun, terlampau tamak dengan harta dunia dan dihilangkan amal akhirat, maka akupun bersuka cita lalu masuk ke dalam badannya, aku putarkan hatinya ke lautan durhaka dan aku ajak kemana saja mengikuti kemauanku. Jadi dia selalu bimbang kepada dunia dan tidak mau menuntut ilmu, tidak pernah beramal saleh, tidak mau mengeluarkan zakat dan malas beribadah.

Lalu aku goda agar manusia minta kekayaan lebih dulu dan apabila diizinkan Allah dia menjadi kaya, maka aku rayu supaya lupa beramal, tidak membayar zakat seperti Qarun yang tenggelam dengan istana mahligainya. Bila umatmu terkena penyakit tidak sabar dan tamak, dia selalu bimbang akan hartanya dan berangan-angan hendak merebut kemewahan dunia, benci dan menghina kepada yang miskin, membelanjakan hartanya untuk kemaksiatan”.

Pertanyaan Nabi (11) :

“Siapa yang serupa denganmu?”

Jawab Iblis : “Orang yang meringankan syariatmu dan membenci orang yang belajar agama Islam”.

Pertanyaan Nabi (12) :

“Siapa yang membuat mukamu bercahaya?”

Jawab Iblis : “Orang yang berdosa, bersumpah bohong, saksi palsu dan suka ingkar janji”.

Pertanyaan Nabi (13) :

“Apa yang kau rahasiakan dari umatku?”

Jawab Iblis : “Jika seorang Muslim buang air besar dan tidak membaca do’a terlebih dahulu, maka aku gosok-gosokkan najisnya sendiri ke badannya tanpa dia sadari”.

Pertanyaan Nabi (14) :

“Jika umatku bersatu dengan isterinya, apa yang kau lakukan?”

Jawab Iblis : “Jika umatmu hendak bersetubuh dengan isterinya dan membaca do’a pelindung syaitan, maka aku lari dari mereka. Jika tidak, aku akan bersetubuh dahulu dengan isterinya dan bercampurlah benihku dengan benih isterinya. Jika menjadi anak, maka anak itu akan gemar berbuat maksiat, malas pada kebaikan, durhaka. Ini semua karena kealpaan ibu bapaknya sendiri. Begitu juga jika mereka makan tanpa membaca Bismillah, aku santap makanannya lebih dulu daripadanya. Walaupun mereka makan, tidaklah mereka merasa kenyang”.

Pertanyaan Nabi (15) :

“Apa yang dapat menolak tipu dayamu?”

Jawab Iblis : “Jika berbuat dosa, maka cepat-cepatlah bertaubat kepada Allah, menangis menyesal akan perbuatannya. Apabila marah, segeralah mengambil air wudhu’, maka padamlah marahnya”.

Pertanyaan Nabi (16) :

“Siapakah orang yang paling engkau sukai?”

Jawab Iblis : “Lelaki dan perempuan yang tidak mencukur atau mencabut bulu ketiak atau bulu ari-ari (bulu kemaluan) selama 40 hari. Di situlah aku mengecilkan diri, bersarang, bergantung, berbuai seperti pijat pada bulu itu”.

Pertanyaan Nabi (17) :

“Hai Iblis! Siapakah saudaramu?”

Jawab Iblis : “Orang yang tidur meniarap / telungkup, orang yang matanya terbuka di waktu Subuh tetapi menyambung tidur lagi. Lalu aku lenakan dia hingga terbit fajar. Demikian juga pada waktu Dzuhur, Asar, Maghrib dan Isya’, aku beratkan hatinya untuk sholat”.

Pertanyaan Nabi (18) :

“Apa yang dapat membinasakan dirimu?”

Jawab Iblis : “Orang yang banyak menyebut nama Allah, bersedekah dengan tidak diketahui orang, banyak bertaubat, banyak tadarus Al-Qur’an dan sholat tengah malam”.

Pertanyaan Nabi (19) :

“Hai Iblis! ?” Apa yang dapat memecahkan matamu?”

Jawab Iblis : “Orang yang duduk di dalam masjid dan beri’tikaf di dalamnya”.

Pertanyaan Nabi (20) :

“Apa lagi yang dapat memecahkan matamu?”

Jawab Iblis : “Orang yang taat kepada kedua ibu bapaknya, mendengar kata mereka, membantu makan, pakaian mereka selama mereka hidup, karena engkau telah bersabda : Syurga itu di bawah tapak kaki ibu”.

(Dikutip dari : KH. Abdullah Gymnastiar, Muhasabah Kiat Sukses Introspeksi Diri, Penerbit Difa Press, September 2006)