Dilinux saya sering memburn cd atau dvd dengan aplikasi sperti k3b atau nerolinux ,tp ada cara lain loh yang bisa dilakukan dengan menggunakan shell script. Disini saya menggunakan dvdrw sebagai medianya.
Script ini saya buat menjadi 2 file ,pertama burncd.sh (untuk memburning cd) dan burnDVD.sh ( untuk memburning dvd), selamat mencoba (gunakan editor vi,nano atau pico untuk membuat script tersebut )
[root@heri sbin]# vi burncd.sh
#!/bin/sh
SOURCE=$1
if [ -n `cdrecord -dev=ATA -scanbus | grep "DVDRW SHM-165P6S" | awk '{ print $1 }'` ]; then
DEVICE=`cdrecord -silent -dev=ATA -scanbus | grep "DVDRW SHM-165P6S" | awk '{ print $1 }'`
echo "burning with device LiteOn DVDRW SHM-165P6S"
/usr/bin/cdrecord -v -eject driveropts=burnfree speed=24 dev=ATA:$DEVICE $1
else
echo "Liteon DVDRW SHM-165P6S not found, cannot continue burning cd"
fi
[root@heri sbin]#vi burnDVD.sh
#!/bin/sh
SOURCE=$1
if [ -n `cdrecord -dev=ATA -scanbus | grep "DVDRW SHM-165P6S" | awk '{ print $1 }'` ]; then
DEVICE=`cdrecord -silent -dev=ATA -scanbus | grep "DVDRW SHM-165P6S" | awk '{ print $1 }'`
echo "burning with device LiteOn DVDRW SHM-165P6S"
/usr/bin/cdrecord -v -sao -eject driveropts=burnfree speed=24 dev=ATA:$DEVICE $1
else
echo "Liteon DVDRW SHM-165P6S not found, cannot continue burning cd"
fi
Rabu, 27 Mei 2009
Definisi Cinta
“Menurutku,
cinta adalah kekuatan
yang mampu
mengubah duri jadi mawar,
mengubah cuka menjadi anggur,
mengubah malang menjadi untung,
mengubah sedih jadi riang,
mengubah setan jadi nabi,
mengubah ibis jadi malaikat,
mengubah sakit jadi sehat,
mengubah kikir jadi dermawan,
mengubah kandang jadi taman,
mengubah penjara jadi istana
mengubah amarah menjadi ramah
mengubah musibah jadi muhibah
itulah cinta”
(di kutip dari novel Ketika Cinta Bertasbih II)
cinta adalah kekuatan
yang mampu
mengubah duri jadi mawar,
mengubah cuka menjadi anggur,
mengubah malang menjadi untung,
mengubah sedih jadi riang,
mengubah setan jadi nabi,
mengubah ibis jadi malaikat,
mengubah sakit jadi sehat,
mengubah kikir jadi dermawan,
mengubah kandang jadi taman,
mengubah penjara jadi istana
mengubah amarah menjadi ramah
mengubah musibah jadi muhibah
itulah cinta”
(di kutip dari novel Ketika Cinta Bertasbih II)
Sabtu, 23 Mei 2009
Mereset password linux di Ubuntu 8
Pertama masuk ke boot menu linux atau grub, jika belum terlihat tekan tombol esc,maka akan terlihat tampilan seperti ini :
Untuk melakukan pengeditan grub menu tekan tombol "e" di grub menu linux seperti ini :Tekan tombol "e" untuk mengedit dan menghapus
quiet splashlalu tambahkan
init=/bin/bash
Kamu mungkin akan menjumpai beberapa boot option yang berbeda ,tp yg terpenting hanya menambahkan perintah init=/bin/bash dalam boot option
lalu tekan enter
Nah sekarang kita sudah mengedit boot menu ,dan siap untuk booting, Tekan tombol "b" untuk booting dan melakukan mount di partisi / dan /proc
Setelah berhasil melakukan booting akan muncul tampilan sperti ini :
lakukan mount pada system linux pada partisi / dan /proc, gunakan perintah dibawah ini :
mount -o remount,rw /
mount -o remount,rw /proc
untuk mereset root passwd ketikan perintah
passwd
Setelah password root terganti reboot system tapi sebelumnya jalankan perintah sync
sync
Bravo.. password root anda telah terganti selamat mencoba
Selasa, 19 Mei 2009
Aku Mencintaimu
Dulu, seorang sahabat saya beberapa kali mengungkapkan via SMS, I love you.” Dan saya membalasnya, “I love you too because of Allah.”
Adakah yang salah dari dialog di atas?
Mungkin sebagian kita akan menganggapnya sebagai suatu hal yang tabu. Apalagi hal itu terjadi di antara dua orang berlainan jenis, bukan muhrim dan bukan pula sepasang suami istri. Sangat riskan untuk menafsirkan lebih jauh tentang hubungan apa yang sesungguhnya telah terjalin di antara keduanya.
Sepenuhnya saya setuju.
Namun, sejujurnya saya pun salut dengan apa yang pernah diungkapkan itu. Ia telah berkata jujur pada orang yang dicintainya. Tidak berpura-pura. Tidak menutupi apa yang ia rasakan. Dan orang yang dicintainya pun mengetahui perasaannya.
Jadi, salahkah jika saya masih mempertanyakannya?
Suatu ketika, seseorang berada di samping Rasulullah SAW. Lalu seorang sahabat lewat di hadapan mereka. Orang yang berada di samping Rasulullah SAW itu tiba-tiba berkata, “Ya Rasulullah, aku mencintai dia.”
“Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya,” tanya Nabi.
“Belum,” jawab orang itu.
“Beritahukanlah kepadanya,” timpal Nabi.
Kemudian orang itu segera berkata kepada sahabatnya, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.”
Dengan serta merta orang itu menjawab, “Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karenaNya.”
***
Cinta adalah anugerah terindah yang diwariskan pada diri setiap insan. Tak pernah ada yang salah dengan kehadirannya di tengah-tengah kita. Hanya saja, kita perlu memaknainya dengan cerdas dan dewasa.
Cinta adalah menghargai. Bukan ruang sempit yang memenjarakan. Terbebas dari nafsu hewani. Terlalu suci untuk dianalogikan dengan aktivitas murahan. Dan tidak selalu identik dengan memiliki.
Cinta adalah cinta.
Sudahkah Anda memiliki cinta yang seperti itu? Jika sudah, apa yang menghalangi Anda untuk mengungkapkannya?
Adakah yang salah dari dialog di atas?
Mungkin sebagian kita akan menganggapnya sebagai suatu hal yang tabu. Apalagi hal itu terjadi di antara dua orang berlainan jenis, bukan muhrim dan bukan pula sepasang suami istri. Sangat riskan untuk menafsirkan lebih jauh tentang hubungan apa yang sesungguhnya telah terjalin di antara keduanya.
Sepenuhnya saya setuju.
Namun, sejujurnya saya pun salut dengan apa yang pernah diungkapkan itu. Ia telah berkata jujur pada orang yang dicintainya. Tidak berpura-pura. Tidak menutupi apa yang ia rasakan. Dan orang yang dicintainya pun mengetahui perasaannya.
Jadi, salahkah jika saya masih mempertanyakannya?
Suatu ketika, seseorang berada di samping Rasulullah SAW. Lalu seorang sahabat lewat di hadapan mereka. Orang yang berada di samping Rasulullah SAW itu tiba-tiba berkata, “Ya Rasulullah, aku mencintai dia.”
“Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya,” tanya Nabi.
“Belum,” jawab orang itu.
“Beritahukanlah kepadanya,” timpal Nabi.
Kemudian orang itu segera berkata kepada sahabatnya, “Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.”
Dengan serta merta orang itu menjawab, “Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karenaNya.”
***
Cinta adalah anugerah terindah yang diwariskan pada diri setiap insan. Tak pernah ada yang salah dengan kehadirannya di tengah-tengah kita. Hanya saja, kita perlu memaknainya dengan cerdas dan dewasa.
Cinta adalah menghargai. Bukan ruang sempit yang memenjarakan. Terbebas dari nafsu hewani. Terlalu suci untuk dianalogikan dengan aktivitas murahan. Dan tidak selalu identik dengan memiliki.
Cinta adalah cinta.
Sudahkah Anda memiliki cinta yang seperti itu? Jika sudah, apa yang menghalangi Anda untuk mengungkapkannya?
Minggu, 17 Mei 2009
Belajar Berhenti Mengeluh
Tak jarang bibir ini mengucapkan hal-hal yang bersifat keluhan, keputusasaan, bahkan pertanyaan kepada Allah atas apa yang terjadi. Padahal, bila saja mata ini mau terbuka lebih lebar lagi, masih banyak saudara kita yang keadaannya lebih kurang dari yang kita miliki.
Astaghfirullah...
Kadang kita tak berhenti mengeluhkan tentang keadaan. Yang kita pikir, seharusnya kita bisa lebih baik dari ini. Hanya ucapan kekecewaan dan penyesalan yang ada. Memang, kita harus selalu ingin jadi lebih baik. Tapi bersyukur dengan apa yang ada juga sangat penting, karena tanpa rasa syukur itu hidup dijamin tidak akan bisa sambil tersenyum.
Setidaknya, kita pernah merasakan hal tersebut. Bahkan mungkin, pernah mengalami apa yang disebut kekecewaan, penyesalan, keterlambatan dalam mengerjakan suatu hal yang bila kita melakukan hal tersebut mungkin kita akan lebih baik dari sekarang, dan sebagainya.
Seberat apa pun perasaan kecewa yang kita rasakan dalam hidup ini, janganlah pernah mengeluh. Mulai dari sekarang, camkan dalam diri agar kita bisa berhenti mengeluh. Karena sesungguhnya, mengeluh itu sama saja artinya dengan tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Astaghfirullah...
Astaghfirullah...
Kadang kita tak berhenti mengeluhkan tentang keadaan. Yang kita pikir, seharusnya kita bisa lebih baik dari ini. Hanya ucapan kekecewaan dan penyesalan yang ada. Memang, kita harus selalu ingin jadi lebih baik. Tapi bersyukur dengan apa yang ada juga sangat penting, karena tanpa rasa syukur itu hidup dijamin tidak akan bisa sambil tersenyum.
Setidaknya, kita pernah merasakan hal tersebut. Bahkan mungkin, pernah mengalami apa yang disebut kekecewaan, penyesalan, keterlambatan dalam mengerjakan suatu hal yang bila kita melakukan hal tersebut mungkin kita akan lebih baik dari sekarang, dan sebagainya.
Seberat apa pun perasaan kecewa yang kita rasakan dalam hidup ini, janganlah pernah mengeluh. Mulai dari sekarang, camkan dalam diri agar kita bisa berhenti mengeluh. Karena sesungguhnya, mengeluh itu sama saja artinya dengan tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT.
Astaghfirullah...
Senin, 11 Mei 2009
Ya RABB, Bolehkah aku mengeluh ?
Aku terjatuh (lagi)
Ini kesekian kalinya aku terjatuh. Sakit rasanya. Bukan tubuhku yang lecet atau luka, tapi batin ini yang merasakan sakit. Terkadang aku benci dengan diriku sendiri, mengapa aku sering sekali terjatuh.
Tak cukupkah aku jatuh satu kali lalu aku belajar untuk tidak jatuh? Tak cukupkah rasa sakit yang aku rasakan ketika aku jatuh pertama kali sehingga kini aku terpaksa merasakan sakit itu lagi?
Terkadang aku merasa bodoh, mengapa aku harus terjatuh lagi?
Padahal aku baru saja mulai bangkit setelah sebelumnya pernah terjatuh. Namun, tak lama kemudian aku terjatuh lagi. Lagi. Lagi. Dan lagi.
Aku capek....
Bolehkah aku mengeluh?
Bolehkah aku mundur?
Terkadang aku ingin seperti burung, tak pernah merasakan jatuh karena kedua sayapnya dapat membawanya terbang tinggi...
..................
..................
..................
Astaghfirullah.... Ampuni hamba Ya RABB...
Tak seharusnya hamba berkata demikian. Aku bisa bangkit. Aku bisa bangun. Aku bisa berubah. Yang harus kupikirkan saat ini adalah bagaimana aku bangkit ketika aku terjatuh. Aku tak boleh pasrah dengan keterpurukan ini. Aku harus berubah menjadi lebih baik...!!!
Karena yang terpenting adalah bukan bagaimana kita siap untuk jatuh, tapi bagaimana kita siap untuk bangkit kembali setelah jatuh. Sehingga suatu saat nanti ketika aku jatuh (lagi) aku tahu bagaimana caranya untuk bangkit.
Cukup tangisan penyesalan itu.. Tak pantas air mata pengecut itu keluar dari kedua mataku. Mataku harus bersinar kembali. Mimpi-mimpi itu ada di depan mataku. Aku tinggal meraihnya dengan tangan ini.
Iya !! Aku pasti bisa. Aku pasti bisa. Aku pasti bisa. Meskipun luka jatuh itu masih berbekas di dalam jiwa ini, biarkan aku simpan sebagai pemicu agar aku bisa lebih baik lagi.
Aku tak boleh takut untuk melangkah lagi. Meskipun kelak aku ditakdirkan untuk terjatuh (lagi), ini akan membuat diriku semakin kuat, kuat, dan kuat.
Ya RABB,kini kupasrahkan hidupku padamu dan kujadikan KAU sebagai tujuan hidupku
Ini kesekian kalinya aku terjatuh. Sakit rasanya. Bukan tubuhku yang lecet atau luka, tapi batin ini yang merasakan sakit. Terkadang aku benci dengan diriku sendiri, mengapa aku sering sekali terjatuh.
Tak cukupkah aku jatuh satu kali lalu aku belajar untuk tidak jatuh? Tak cukupkah rasa sakit yang aku rasakan ketika aku jatuh pertama kali sehingga kini aku terpaksa merasakan sakit itu lagi?
Terkadang aku merasa bodoh, mengapa aku harus terjatuh lagi?
Padahal aku baru saja mulai bangkit setelah sebelumnya pernah terjatuh. Namun, tak lama kemudian aku terjatuh lagi. Lagi. Lagi. Dan lagi.
Aku capek....
Bolehkah aku mengeluh?
Bolehkah aku mundur?
Terkadang aku ingin seperti burung, tak pernah merasakan jatuh karena kedua sayapnya dapat membawanya terbang tinggi...
..................
..................
..................
Astaghfirullah.... Ampuni hamba Ya RABB...
Tak seharusnya hamba berkata demikian. Aku bisa bangkit. Aku bisa bangun. Aku bisa berubah. Yang harus kupikirkan saat ini adalah bagaimana aku bangkit ketika aku terjatuh. Aku tak boleh pasrah dengan keterpurukan ini. Aku harus berubah menjadi lebih baik...!!!
Karena yang terpenting adalah bukan bagaimana kita siap untuk jatuh, tapi bagaimana kita siap untuk bangkit kembali setelah jatuh. Sehingga suatu saat nanti ketika aku jatuh (lagi) aku tahu bagaimana caranya untuk bangkit.
Cukup tangisan penyesalan itu.. Tak pantas air mata pengecut itu keluar dari kedua mataku. Mataku harus bersinar kembali. Mimpi-mimpi itu ada di depan mataku. Aku tinggal meraihnya dengan tangan ini.
Iya !! Aku pasti bisa. Aku pasti bisa. Aku pasti bisa. Meskipun luka jatuh itu masih berbekas di dalam jiwa ini, biarkan aku simpan sebagai pemicu agar aku bisa lebih baik lagi.
Aku tak boleh takut untuk melangkah lagi. Meskipun kelak aku ditakdirkan untuk terjatuh (lagi), ini akan membuat diriku semakin kuat, kuat, dan kuat.
Ya RABB,kini kupasrahkan hidupku padamu dan kujadikan KAU sebagai tujuan hidupku
Minggu, 10 Mei 2009
Malukah Kita, Jika Ternyata Mereka Bisa?
Adzan dzuhur memang masih sekitar lima belas menit lagi menjelang. Sebuah masjid di salah satu kawasan sarat penduduk di pusat ibu kota itu kini perlahan mulai diisi satu persatu jama'ah yang tinggal di sekitarnya.
Dari kejauhan, seorang bapak tua nampak berjalan dengan langkah tergopoh mendorong sebuah gerobak tua menuju pekarangan masjid. Puluhan bekas minuman gelas mengisi hampir seperempat bak gerobak tersebut. Sesaat kemudian ia memarkir gerobak tuanya di salah satu sudut pekarangan masjid.
Aku masih memperhatikannya ketika ia mengambil sebuah bungkusan dalam kantong hitam yang ia gantung di bagian belakang gerobak tersebut. Kemudian ia membawanya ke arah kamar mandi masjid dan hilang dalam pandangku.
Matahari saat ini, alhamdulillah, sudah agak semakin akrab denganku di ibu kota ini. Laporan cuaca memang menyebutkan bahwa akhir-akhir ini cuaca kota Jakarta sedang agak bersahabat dengan para penduduknya. Tidak begitu panas seperti biasanya.
Adzan dzuhur kini berkumandang, menggema mengisi relung-relung penjuru dunia. Bapak tua tadi kini terlihat kembali, meskipun terus terang telah membuatku sedikit terperangah kaget dengan penampilannya. Tak ada lagi baju kumal yang ia kenakan beberapa saat yang lalu ketika aku melihatnya. Kini, sebuah baju koko berwarna putih, meskipun sudah agak lusuh, melekat di tubuh tuanya, lengkap dengan sebuah kain sarung bercorak kotak-kotak berwarna biru.
Hingga sesaat kemudian, semua itu berlalu ketika kami memenuhi panggilan suci untuk bersama mengagungkan asmaNya, takbir dalam shalat kami.
Usai shalat sunnat ba'da Dzuhur, aku kembali memperhatikan bapak tua itu yang kini duduk bersila di sudut sana. Ia masih terlihat khusyuk dengan kedua tangannya yang kini menengadah di depan dadanya.
Dalam hati, terus terang aku sungguh merasa malu saat itu. Ketika semakin lama semakin aku perhatikan, ia yang dengan kondisi seperti itu ternyata masih bisa mempersiapkan diri lebih baik untuk menghadapkan jiwanya serta mempersembahkan shalat terbaiknya ketika panggilan shalat mulai berkumandang.
"Namun bagaimana dengan kita?" Aku menundukkan kepalaku ketika teringat semuanya. Terkadang, bukankah kita yang ternyata lebih banyak kesempatan untuk bisa mempersiapkan diri dan mempersembahkan ibadah terbaik kepadaNya, justru malah seringkali melalaikannya?
Berbagai alasan seringkali kita pergunakan sebagai sanggahan-sanggahan atas tanya hati kecil kita, ketika ia bertanya mengapa. Pekerjaan yang tanggung ataukah tidak enak menolak ajakan rekan kerja untuk makan siang bareng, telah menjadi salah satu dari sekian banyak alasan yang ada, daripada kita menggunakan waktu untuk bisa melaksanakan shalat kita tepat di awal waktu.
Sungguh, aku merasa ketika Allah mempertemukan aku dengan bapak tua tadi, telah menjadi sebuah pukulan telak yang tidak hanya membuatku malu, namun semoga juga menjadikanku semakin tersadar atas semua hikmah daripadanya.
Aku memandangi sebuah tulisan Arab di dinding masjid sana yang tertulis rapi, dikutip dari penghujung ayat ke 103 surat An-Nisaa, "... Innashalaata kaanat 'alal mu'miniina kitaaban maukuutaa (Sesungguhnya shalat itu kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman)."
Namun, meskipun tulisan itu terpampang jelas di sana, ternyata masih saja kita terkadang lupa dibuatnya. Bahkan yang membuat diri ini sedih, ketika dengan yakinnya sebagian orang dari saudara kita menyanggah bahwa shalat tepat waktu itu tidak berarti melaksanakannya di awal waktu.
Padahal, masihkah berlaku alasan-alasan mereka akan semua hal itu, ketika kita mencoba menanyakan pada hati kecil kita, "Masihkah kita bisa menjamin sampai usia berapa pada saat kita mengakhirkan waktu shalat tersebut?"
Jika memang bapak tua tadi dengan segala aktifitasnya ternyata masih mampu untuk lebih baik mempersiapkan diri dalam beribadah kepadaNya, masihkah ada rasa malu ketika kita mengingatnya?
(Sekedar mengingatkan diriku sendiri yg kadang mengulur waktu sholat ku hanya karna aktifitas dunia)
Dari kejauhan, seorang bapak tua nampak berjalan dengan langkah tergopoh mendorong sebuah gerobak tua menuju pekarangan masjid. Puluhan bekas minuman gelas mengisi hampir seperempat bak gerobak tersebut. Sesaat kemudian ia memarkir gerobak tuanya di salah satu sudut pekarangan masjid.
Aku masih memperhatikannya ketika ia mengambil sebuah bungkusan dalam kantong hitam yang ia gantung di bagian belakang gerobak tersebut. Kemudian ia membawanya ke arah kamar mandi masjid dan hilang dalam pandangku.
Matahari saat ini, alhamdulillah, sudah agak semakin akrab denganku di ibu kota ini. Laporan cuaca memang menyebutkan bahwa akhir-akhir ini cuaca kota Jakarta sedang agak bersahabat dengan para penduduknya. Tidak begitu panas seperti biasanya.
Adzan dzuhur kini berkumandang, menggema mengisi relung-relung penjuru dunia. Bapak tua tadi kini terlihat kembali, meskipun terus terang telah membuatku sedikit terperangah kaget dengan penampilannya. Tak ada lagi baju kumal yang ia kenakan beberapa saat yang lalu ketika aku melihatnya. Kini, sebuah baju koko berwarna putih, meskipun sudah agak lusuh, melekat di tubuh tuanya, lengkap dengan sebuah kain sarung bercorak kotak-kotak berwarna biru.
Hingga sesaat kemudian, semua itu berlalu ketika kami memenuhi panggilan suci untuk bersama mengagungkan asmaNya, takbir dalam shalat kami.
Usai shalat sunnat ba'da Dzuhur, aku kembali memperhatikan bapak tua itu yang kini duduk bersila di sudut sana. Ia masih terlihat khusyuk dengan kedua tangannya yang kini menengadah di depan dadanya.
Dalam hati, terus terang aku sungguh merasa malu saat itu. Ketika semakin lama semakin aku perhatikan, ia yang dengan kondisi seperti itu ternyata masih bisa mempersiapkan diri lebih baik untuk menghadapkan jiwanya serta mempersembahkan shalat terbaiknya ketika panggilan shalat mulai berkumandang.
"Namun bagaimana dengan kita?" Aku menundukkan kepalaku ketika teringat semuanya. Terkadang, bukankah kita yang ternyata lebih banyak kesempatan untuk bisa mempersiapkan diri dan mempersembahkan ibadah terbaik kepadaNya, justru malah seringkali melalaikannya?
Berbagai alasan seringkali kita pergunakan sebagai sanggahan-sanggahan atas tanya hati kecil kita, ketika ia bertanya mengapa. Pekerjaan yang tanggung ataukah tidak enak menolak ajakan rekan kerja untuk makan siang bareng, telah menjadi salah satu dari sekian banyak alasan yang ada, daripada kita menggunakan waktu untuk bisa melaksanakan shalat kita tepat di awal waktu.
Sungguh, aku merasa ketika Allah mempertemukan aku dengan bapak tua tadi, telah menjadi sebuah pukulan telak yang tidak hanya membuatku malu, namun semoga juga menjadikanku semakin tersadar atas semua hikmah daripadanya.
Aku memandangi sebuah tulisan Arab di dinding masjid sana yang tertulis rapi, dikutip dari penghujung ayat ke 103 surat An-Nisaa, "... Innashalaata kaanat 'alal mu'miniina kitaaban maukuutaa (Sesungguhnya shalat itu kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman)."
Namun, meskipun tulisan itu terpampang jelas di sana, ternyata masih saja kita terkadang lupa dibuatnya. Bahkan yang membuat diri ini sedih, ketika dengan yakinnya sebagian orang dari saudara kita menyanggah bahwa shalat tepat waktu itu tidak berarti melaksanakannya di awal waktu.
Padahal, masihkah berlaku alasan-alasan mereka akan semua hal itu, ketika kita mencoba menanyakan pada hati kecil kita, "Masihkah kita bisa menjamin sampai usia berapa pada saat kita mengakhirkan waktu shalat tersebut?"
Jika memang bapak tua tadi dengan segala aktifitasnya ternyata masih mampu untuk lebih baik mempersiapkan diri dalam beribadah kepadaNya, masihkah ada rasa malu ketika kita mengingatnya?
(Sekedar mengingatkan diriku sendiri yg kadang mengulur waktu sholat ku hanya karna aktifitas dunia)
Sabtu, 09 Mei 2009
Belajar menulis diatas pasir
Ini sebuah kisah tentang sahabat karib yang sedang berjalan melintasi gurun pasir. Di tengah perjalanan, mereka bertengkar dan salah seorang menampar temannya.
Orang yang kena tampar merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: "HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU."
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya.
Ketika dia siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: "HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENYELAMATKAN NYAWAKU."
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang menulisnya di batu?"
Sambil tersenyum temannya menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin."
Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masa lalu.
BELAJARLAH MEMAAFKAN SEPERTI MENULIS DI ATAS PASIR ...
Orang yang kena tampar merasa sakit hati, tapi dengan tanpa berkata-kata, dia menulis di atas pasir: "HARI INI, SAHABAT TERBAIKKU MENAMPAR PIPIKU."
Mereka terus berjalan, sampai menemukan sebuah oasis, mereka memutuskan untuk mandi. Orang yang pipinya kena tampar dan terluka hatinya, mencoba berenang namun nyaris tenggelam, dan berhasil diselamatkan oleh sahabatnya.
Ketika dia siuman dan rasa takutnya sudah hilang, dia menulis di sebuah batu: "HARI INI, SAHABAT TERBAIK KU MENYELAMATKAN NYAWAKU."
Orang yang menolong dan menampar sahabatnya, bertanya "Kenapa setelah saya melukai hatimu, kau menulisnya di atas pasir dan sekarang menulisnya di batu?"
Sambil tersenyum temannya menjawab, "Ketika seorang sahabat melukai kita, kita harus menulisnya di atas pasir agar angin maaf datang berhembus dan menghapus tulisan tersebut. Dan bila sesuatu yang luar biasa baik terjadi, kita harus memahatnya di atas batu hati kita, agar takkan pernah bisa hilang tertiup angin."
Dalam hidup ini sering timbul beda pendapat dan konflik karena sudut pandang yang berbeda. Oleh karenanya cobalah untuk saling memaafkan dan lupakan masa lalu.
BELAJARLAH MEMAAFKAN SEPERTI MENULIS DI ATAS PASIR ...
Cara ubah tampilan facebook dengan addon firefox
Bosen kan liat tampilan static facebook untuk theme nya yang putih2 doang, ada cara nya nih walaupun kalau dah terinstall theme yg kita pasang hanya bisa dilihat sama yg pasang addon nya juga ,tp lumayan lah :D he.he..he..
pertama download dan install addon untuk browser firefox dilink ini http://www.yontoo.com/install.aspx,Pilih Firefox -> Dkotak b Terms of Service Pilih "accept&continue" -> Install Yontoo Layers for firefox,"Ready" tcentang klik "start Install" -> Klik "Allow" (pojok kanan atas) -> klik "Install now" & "restart Firefox" -> Klik "Countinue" finish deh instal Yontoo Layers
Nah kalo dah terinstall addon nya tinggal load aja deh themenya dari link ini
http://apps.facebook.com/pagerage/ pilih aja sesuai selera ,setelah itu selesai deh
Selamat mencoba.
pertama download dan install addon untuk browser firefox dilink ini http://www.yontoo.com/install.aspx,Pilih Firefox -> Dkotak b Terms of Service Pilih "accept&continue" -> Install Yontoo Layers for firefox,"Ready" tcentang klik "start Install" -> Klik "Allow" (pojok kanan atas) -> klik "Install now" & "restart Firefox" -> Klik "Countinue" finish deh instal Yontoo Layers
Nah kalo dah terinstall addon nya tinggal load aja deh themenya dari link ini
http://apps.facebook.com/pagerage/ pilih aja sesuai selera ,setelah itu selesai deh
Selamat mencoba.
Label:
belajar linux,
linux,
open source,
tips and trik linux
Langganan:
Postingan (Atom)